Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
FullSizeRender.jpeg
Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mochammad Firman Hidayat. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Intinya sih...

  • Tarif AS ke China dan Vietnam lebih tinggi dari Indonesia.

  • Relokasi pabrik mendorong penciptaan 120 ribu lapangan kerja di Indonesia.

  • Waspadai pelemahan ekonomi China yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Depok, IDN Times - Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyatakan ada 27 perusahaan asal China dan Vietnam melakukan relokasi pabriknya ke Pulau Jawa. Rata-rata, perusahaan itu bergerak di sektor padat karya seperti produksi alas kaki, dan juga sektor perkebunan.

Hal itu diungkapkan oleh Anggota DEN, Mochammad Firman Hidayat dalam Indonesia Economic Outlook 2026 di Universitas Indonesia (UI), Depok, Senin (24/11/2025).

“Ini adalah relokasi dari perusahaan yang tadinya bergerak di Vietnam dan China, di labour-intensive sector, alas kaki dan garden. Ada 27 pabrik yang berencana untuk pindah ke daerah Jawa, terutama Jawa Tengah,” kata Firman.

1. Tarif yang dikenakan AS ke China dan Vietnam lebih tinggi dari Indonesia

Bendera Vietnam (pexels.com/Hugo Heimendinger)

Relokasi itu dipicu tarif impor resiprokal yang dikenakan Amerika Serikat (AS) lebih tinggi ke Vietnam dan China ketimbang Indonesia.

Sebagai informasi, Presiden AS, Donald Trump mengenakan tarif 20 persen atas produk impor dari Vietnam. Sementara ke China, Trump mengancam akan mengenakan tarif resiprokal sebesar 100 persen.

Setelah melalui negosiasi, Indonesia dikenakan tarif resiprokal oleh Trump sebesar 19 persen.

“Karena perbedaan tarif tadi,” ujar Firman.

2. Bakal tambah lapangan kerja di Indonesia

Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB). (IDN Times/Bandot Arywono)

DEN menilai, relokasi itu akan mendorong penciptaan lapangan pekerjaan di Indonesia, sekitar 120 ribu lowongan. Meski begitu, pemerintah harus menyambut relokasi itu dengan percepatan perizinan dan reformasi birokrasi untuk memastikan Kemudahan bisnis (ease of doing business).

Firman juga menekankan pentingnya meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) agar pekerja dari Indonesia dapat dipekerjakan.

“Salah satu kendala yang mereka hadapi di Jawa Tengah gitu kan, mereka butuh tenaga-tenaga penjahit gitu ya, itu susah nyarinya. Karena rata-rata di sana adalah petani dan lain-lainnya. Jadi, mereka butuh waktu untuk melatih para tenaga kerja di Jawa gitu kan,” tutur Firman.

3 Waspadai pelemahan ekonomi China

Potret bendera China di Yuyuan Old Street Shanghai (unsplash.com/Dominic Kurniawan Suryaputra)

Dalam hal menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, DEN juga mengingatkan tantangan bagi Indonesia ke depannya. Salah satunya adalah pelambatan ekonomi China.

Sebagai salah satu negara tujuan ekspor Indonesia, menurut dia pelambatan ekonomi bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Dari China, ini sesuatu yang kita khawatirkan karena China itu adalah partner utama kita dari sisi perdagangan internasional maupun FDI (Foreign Direct Investment/Penanaman Modal Asing),” ucap Firman.

Menurutnya, ada tiga hal yang harus diwaspadai dari pelambatan ekonomi China, pertama melemahnya permintaan dan potensi investasi properti.

Kedua, kondisi produksi berlebih di China. Apalagi dengan permintaan yang melemah, maka dikhawatirkan produk-produk itu banjir ke luar negeri, salah satunya Indonesia.

“Masalahnya, ini adalah produk-produk yang harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan produk-produk di dalam negeri. Ketika ini banjir ke Indonesia, ini bisa berdampak ke industri domestik. Jadi, kita perlu awasin gitu ya, dampak membanjirnya impor Cina ke Indonesia,” ucap Firman.

Dia juga melihat potensi aliran modal keluar imbas fregmentasi global atau perpecahan geopolitik.

“China sekarang lebih in world looking policy-nya, termasuk dari sisi FDI-nya. Padahal, sekali lagi China merupakan salah satu sumber FDI kita yang kecenderungannya terus mengalami perlambatan,” kata Firman.

Editorial Team