Ilustrasi KRL (IDN Times/Dhiya Awlia Azzahra)
Kasus pelemparan batu ke KRL di Bogor terjadi hanya selang lima hari dari pelemparan batu ke KA Sancaka Eksekutif relasi Yogyakarta–Surabaya Gubeng. Pada insiden yang terjadi Minggu (6/7) malam lalu, seorang penumpang bernama Widya Anggraini harus menjadi korban, di mana wajahnya mengalami luka serius.
Asdo mengatakan, alasan apa pun dari pelaku pelempar batu ke kereta tak bisa dibenarkan. Sebab, risikonya sangat besar, bahkan bisa berujung menelan korban jiwa.
"Pelemparan ini meskipun pernyataannya iseng, judulnya iseng, tapi bisa menimbulkan hal yang fatal, sampai dengan meninggal dunia," ucap Asdo.
Dia menekankan, pelemparan batu adalah tindak kejahatan. Oleh sebab itu, dia berharap semua masyarakat, terutama di sekitar rel kereta memahaminya.
Dengan nada berharap, Asdo meminta dukungan pemuka masyarakat, baik RT, RW, kelurahan, maupun kecamatan untuk bisa melakukan sosialiasi mengenai pelemparan batu tersebut.
"Dan ini harapannya bisa didukung oleh pemuka masyarakat. Dari RT, RW, kelurahan, kecamatan, seluruh unsur pemuka masyarakat," ujar Asdo.
Senada, VP Corporate Secretary KCI, Joni Martinus membeberkan konsekuensi hukum yang bisa menanti pelaku pelemparan batu ke kereta.
Pertama, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian secara tegas melarang tindakan menghilangkan, merusak, atau melakukan perbuatan yang menyebabkan rusaknya dan/atau tidak berfungsinya prasarana dan sarana perkeretaapian. Selain itu, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab VII tentang kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang, pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
"Jika perbuatan tersebut menyebabkan orang mati, tadi kata Pak Dirut sampai ada yang meninggal dunia ketika terjadi pelemparan itu, maka pelaku diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun," tutur Joni.