Mesin ATM BRI di Cabang Pematangsiantar (Dok.IDN Times/istimewa)
Ya kalau bicara tentang ATM, pasti akan gradually itu akan tentunya perlahan-lahan akan berkurang kebutuhannya. Kalau dulu kan orang bicaranya transaksi berbasis cash. Nah sekarang dengan digalakkannya QRIS, dan di BRImo ini juga orang bisa transaksi dengan QRIS, itu cukup dengan scan BRImo, mudah banget, maka ke depan mungkin memang kita bersama-sama mendorong cashless pastinya begitu ya. Nah ini bicara tentang efisiensi transaksi. Jadi tentu semua bank mendorong transaksi harus semakin murah begitu. Sehingga nasabah itu menjadi teredukasi, terliterasi untuk bertransaksi di bank.
Kemudian tadi basisnya juga sudah cashless. Perlahan akan turunlah jumlah ATM yang mungkin akan ditempatkan oleh bank.Jadi kalau seperti BRI karena kita melayani sampai pelosok-pelosok. Jadi tentu kita masih membutuhkan untuk itu bisa menjangkau kebutuhan masyarakat yang di pelosok-pelosok karena mereka masih menggunakan uang tunai.
Nah, strategi communication dan marketing tentu kita berusaha untuk relevan ya dengan mereka yang muda sehingga kita banyak juga menggunakan Key Opinion Leader (KOL), baik mikro ataupun makro KOL untuk mereka memberikan gambaran tentang functionality dari BRImo. Kemudian mereka juga menggunakannya, mereka juga memberikan testimoni. Jadi kita punya banyak sekali KOL-KOL yang tadi sesuai segmennya.
Jadi kalau kita bicara milenial, kita ada kerja sama dengan NOAH, sama Ariel. Misalnya begitu, kemudian untuk yang bawah kita ada anak-anak muda. Jadi kemudian kita juga ada dengan lightstick rider juga dengan travel secret. Kita bicara tentang perempuan-perempuan dengan functionality BRImo-nya dan banyak lagi mikro KOL yang di daerah-daerah itu mereka menceritakan tentang kemudahan untuk bertransaksi dengan BRImo.
Karena kita berharap di 2025 user BRImo sudah 100 juta. Kita tunggu nih kolaborasi dengan IDN Times. Sama-sama menargetkan milenial kan?
Siap. Apakah Super App BRImo ini the ultimate innovation untuk digitalisasi di BRI?
Jadi kalau di BRI sebenarnya ada tiga digital platform yang akan betul-betul kita kuatkan. Satu adalah BRImo, ini yang menjadi Super App yang akan terkoneksi, terintegrasi dengan ekosistem-ekosistem. Dia bisa ada di ekosistem. Jadi kalau Mbak lihat nanti misalnya sekarang nih buka, misalnya di BliBli atau di Tokopedia. Di situ ada logo BRImo untuk bayarnya. Jadi BRImo ada di sana. Tapi juga BRImo terkoneksi. Jadi aplikasi lain masuk ke dalam BRImo. Jadi kita itu benar-benar BRImo ini akan jadi penjuru untuk open banking kita, yang jadi Super App itu.
Kemudian satu lagi adalah BRIspot namanya. Nah BRIspot ini juga menjadi salah satu platform yang lebih kepada learn processing. Nah yang satu lagi adalah Agen BRILink, kalau dulu Agen BRILink kita bicara tentang transaksi di agen-agen, dengan EDC ke depan basisnya akan beralih ke mobile juga. Jadi tiga platform ini yang menjadi backbone kita untuk digitalisasi
Kita selalu memposisikan BRI sebagai hybrid bank. Jadi kita gak mungkin gak masuk ke dalam digital. Di era sekarang, digitalisasi sebuah keniscayaan. Jadi kalau kita gak ikut, ya pasti tertinggal jauh. Tapi kita juga memposisikan BRI sebagai hybrid bank, karena kita melayani segmen yang luas sekali dari nasabah ultra mikro, sampai high networth. Kalau kita bicara ultra mikro dan mikro, mereka masih butuh assistance dari kita BRI untuk melakukan informasi produk, layanan dan seterusnya.
Demikian juga kita bicara high networth customer. Mereka kan malas ya kalau suruh ngerjain sendiri. Ya mereka butuh orang diajak ngobrol, diskusi untuk dapetin solusi. Jadi tetap harus ada gitu. Jadi kita bicara hybrid bank. Jadi digital iya, kita inginnya menjadi market leader juga, tapi kita juga melayani nasabah kita dengan layanan yang juga terbaik gitu.
Bagaimana menyiapkan SDM dan juga komitmen terhadap teknologi ini. Kan investasi Super App gede?
Kalau kita bicara sumber daya manusia itu kan yang paling berat sebenarnya. Internally kita harus juga merekrut talent-talent yang memang mereka sudah cukup punya kompetensi yang baik di digital ini. Yang sekarang kalau kita lihat banyak “talent war” ya, karena semua orang masuk ke digitalisasi sementara kita butuh talent yang spesifik.
Misalnya nih, kalau kita bicara bicara digitalisasi kita pasti bicara data analytics, kita pasti bicara data scientist, kita pasti bicara scoring models, kita bicara tentang risk management berbasis digital.
Orang-orang ini tuh orang-orang yang yang mungkin sebelumnya, kalau kita bicara data analitis, kita bicara scoring model tuh kayaknya ilmu yang males ya ditekuni sebelumnya ya. Sekarang laku keras. Tetapi permintaannya lebih banyak dibanding source. Jadi talent war itu juga menjadi salah satu challenge buat kita.
Nah apalagi di dalam BRIvolution 2.0 itu, BRI ingin menjadi home to the best talent, jadi only the best talent yang yang seharusnya bergabung di BRI. Jadi di dalam employee value propositions BRI, yang selalu kita dengungkan adalah kalau teman-teman itu bergabung di BRI itu teman-teman akan bisa memberi makna untuk Indonesia. Karena kita bisa melayani dari nasabah ultra mikro sampai yang high net worth. Dari size of economic yang sangat kecil, sampai yang sangat besar, korporasi misalnya. Dari konvensional sampai yang digital. Jadi kalau bergabung dengan BRI ibaratnya itu “lu mau gue adalah” gitu kan kira-kira. Jadi makanya value-nya adalah memberi makna bagi Indonesia.
Nah satu sisi, di internal kita juga perlu dikuatkan, sehingga training itu menjadi sangat penting. Meningkatkan kompetensi sangat penting, dan gak boleh lama, harus cepat. Itu juga salah satu challange. Apalagi di dua tahun ini, kita susah kan ya untuk training, gak bisa ketemu jadi harus pakai Zoom, jadi tuh sangat challenging untuk memastikan ini orang dengerin apa gak sih.
Kalau bicara teknologi, karena kita ini bank besar tentu kita tidak bisa main-main ya. Jadi kita harus juga memperbaiki infrastruktur sistem teknologi kita dengan sistem teknologi yang terkini dan menjadi amat sangat penting ketika kita bicara digitalisasi adalah bagaimana sistem kita itu reliable. Dan tentu yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana kita menjaga security dari sistem itu sendiri.
Kalau Mbak Hani wawancara calon karyawan, ini buat teman-teman nih, supaya dapat bocoran ya, clue. Kan tadi recruiting the best talents, kira-kira talent baru seperti apa yang akan bisa masuk ke BRI?
Kalau saya personally, tentu ada kualifikasi secara akademis ya. Kalau saya menginterview seseorang itu yang saya lihat adalah apakah orang ini bisa mengungkapkan strenght-nya dia tuh di mana. Itu penting, karena kalau dia tahu strength-nya dia, maka buat siapapun supervisornya dia akan mudah untuk mengasah anak ini menjadi lebih cemerlang lagi. Tapi kalau kita aja gak ngerti strength-nya apa, orang lain yang disuruh nyari strength-nya kita, kan berarti kita gak confidence.
Jadi kalau buat teman-teman milennial, yang pertama adalah mesti tahu kita itu punya kemampuan kekuatan di mana. Kemudian yang kedua, yang selalu saya juga sampaikan dalam setiap interview, mimpinya apa? Jadi ketika kita sudah tahu strength kita, punya mimpi apa sih anak ini. Kalau mimpinya terlalu cetek kayaknya kurang menarik ya. Jadi harus punya mimpi, karena dari situ kita tahu ini anak passion-nya di mana sih sebenarnya. Jadi saya sih gampang kalau interview, simpel cuma …
Karena gini, kalau kita tidak paham strength-nya kita, bagaimana kita bisa meyakinkan orang lain untuk bisa memilih kita? Kalau kita gak tahu kita punya kekuatan di mana, terus orang lain suruh nebak kan ya lucu ya. Yang kedua, kalau kita gak punya dream, apa yang mau kita tuju.