Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi situasi di perusahaan. (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Pemutusan Hubungan Kerja alias PHK tengah marak terjadi.  Penyebabnya karena pandemik COVID-19 atau virus corona yang telah memukul  perekonomian.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, pengusaha jangan terlalu cepat mengambil tindakan untuk mem-PHK karyawannya. Menurut dia, sebelum melakukan PHK sebaiknya perusahaan merombak strategi, setelah itu melakukan efisiensi di beberapa lini usaha.

Dengan demikian, lanjutnya, jika nanti bisnis mulai membaik perusahaan tidak perlu merekrut karyawan baru lagi karena tidak melakukan PHK, sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk training lagi.

"PHK itu jalan terakhir yang ditempuh," kata Bhima kepada IDN Times, Selasa (30/6).

1. Jerman jadi contoh negara yang berhasil karena tidak melakukan PHK

Ilustrasi PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Bhima mencontohkan dari pengalaman negara lain yakni Jerman, ketika perusahaan otomotif di AS dan Jepang tahun 2008 melakukan PHK, perusahaan otomotif Jerman sebaliknya justru mempertahankan karyawan meski dengan pemotongan gaji.

"Tapi setelah terjadi pemulihan ekonomi, perusahaan di Jerman paling siap karena karyawan langsung optimimum capacity. Ini saya kira pelajaran penting jangan gampang PHK, karena perusahaan yang mempertahankan karyawan paling siap ketika situasi mulai membaik," ujarnya.

2. Perusahaan-perusahaan yang rentan melakukan PHK

Ilustrasi PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Bhima, perusahaan yang paling rentan melakukan PHK adalah start up digital, industri termasuk otomotif, elektronik, pakaian jadi, kemudian sektor konstruksi dan real estate.

Alasannya, kata dia, sektor start up menghadapi permasalahan karena kesulitan mencari pendanaan baru, sementara PHK di sektor manufaktur terjadi akibat anjloknya permintaan domestik yang disebabkan rendahnya daya beli, sekaligus anjloknya permintaan ekspor ke negara tujuan utama, salah satunya AS dan Tiongkok.

3. Tahun ini angka pengangguran diprediksi mencapai 9 hingga 12 persen

Ilustrasi pemuda memiliki kesiapan SDM (IDN Times/Arief Rahmat)

Bhima memprediksi, tahun ini angka pengangguran bisa mencapai 9 hingga 12 persen, angka itu naik dari tahun sebelumnya yang berada di kisaran 5,28 persen.

"Outlook ekonomi masih cenderung alami tekanan hingga akhir 2020. Realisasi stimulus pemerintah masih rendah, untuk dunia usaha baru cair 6,8 persen kemudian untuk UMKM belum mencapai 1 persen bahkan. Jadi daya beli pun masih akan tertekan," ucapnya.

Editorial Team