Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kantor pusat Bank Indonesia. (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Kantor pusat Bank Indonesia. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Intinya sih...

  • BI proyeksi pertahankan suku bunga acuan di level 5,75 persen dalam RDG siang ini.
  • Ketidakpastian global tinggi karena perang dagang dan sentimen eksternal, berpotensi memicu capital outflow dan pengaruh pada stabilitas rupiah.
  • Kebijakan Trump mendorong ketidakpastian global, memulai perang Dagang AS-China dan faktor ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga semakin memanas.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia (BI) diproyeksi kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate di level 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang akan diselenggarakan siang ini, Rabu (19/3/2025). 

“Ketidakpastian global masih cukup tinggi. Meski market sudah melihat ruang pemotongan Federal Funds Rate (FFR) dari The Fed yang lebih besar, karena data-data inflasi AS menunjukkan penurunan, tetapi penurunan tersebut belum memasukan dampak perang dagang yang mulai semakin intens di bulan Maret,” kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dalam keterangannya.

1. Perang dagang kembali meningkat

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Josua menilai, kondisi ketidakpastian global yang masih tinggi, karena adanya tit-for-tat  (balasan yang sepadan) dari perang dagang dapat meningkatkan kembali inflasi AS yang berujung pada high-for-longer The Fed.

“Ketidakpastian tersebut tentunya akan dapat memicu capital outflow dan berpotensi juga berpengaruh pada stabilitas rupiah,” ujar dia.

2. Sentimen dari kebijakan Trump masih mendominasi ketidakpastian

ilustrasi pergerakan harga saham (IDN Times/Aditya Pratama)

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, berbagai sentimen eksternal pun ikut mempengaruhi kinerja IHSG.

Bahkan, Ibrahim menyebut kondisi ini serupa dengan penurunan IHSG pada 2019 yang disebabkan sentimen eksternal berkaitan dengan kebijakan Presiden AS Donald Trump.

Kala itu, kebijakan Trump itu mendorong ketidakpastian di global yakni saat dimulainya perang Dagang Amerika Serikat-China. 

Perang dagang bermula karena Trump kesal dengan neraca perdagangan negaranya yang selalu tercatat defisit dengan China. Untuk itu, ia memilih langkah proteksionisme untuk memperbaiki neraca perdagangan AS.

"Salah satu yang menyebabkan indeks harga saham begitu jatuh, ya memang ini masalah perang dagang lagi. Perang dagang yang cukup luar biasa, ya antara Amerika, dengan Tiongkok, Eropa, Kanada, dan Meksiko yang begitu besar. Kondisi ini pun memungkinkan negara-negara yang terdampak dari perang dagang ini akan mengalami krisis ekonomi," bebernya menegaskan. 

3. Ketegangan geopolitik kian memanas

ilustrasi situasi Gaza (unsplash.com/Emad El Byed)

Di sisi lain, ada juga faktor ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga semakin memanas karena Amerika Serikat dan Inggris melancarkan serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman, yang menewaskan banyak pemimpin kelompok tersebut.

Sementara itu, Israel juga melakukan serangan terhadap jalur Gaza, menyebabkan hampir 200 orang tewas, termasuk pemimpin senior Hamas.

"Ini membuat titik balik bahwa ketegangan di Timur Tengah ini begitu dahsyat. Pergelutan geopolitik ini sebenarnya yang membuat saham-saham berbasis teknologi berguguran dan berdampak pada IHSG di Amerika, Eropa, Asia dan termasuk Indonesia," kata Ibrahim. 

Editorial Team