potret ruang kokpit Airbus A380 milik Maskapai Qantas dengan kendali side joystick (commons.wikimedia.org/Braniff747SP)
Selama 1970-an dan 1980-an, pesawat penumpang terbesar adalah Boeing 747. Kesuksesan luar biasa dari 747 memungkinkan Boeing mendominasi pasar pesawat berbadan lebar dan jarak jauh.
Dua produsen pesawat besar lainnya yang ada di pasar pada saat itu adalah Lockheed Martin dan McDonnell-Douglas yang bersaing langsung dengan pesawat berbadan lebar tri-jet mereka, L1011 dan MD10.
Lockheed Martin kemudian keluar dari pasar pesawat komersial dan fokus pada pasar pertahanan dan ruang angkasa, sementara McDonnell Douglas menjadi bagian dari Boeing. Perubahan pasar pesawat komersial ini membuka peluang bagi Airbus untuk bersaing dengan Boeing di pasar pesawat berkapasitas besar.
Pada 1988, para insinyur Airbus mulai bekerja secara rahasia untuk mengembangkan pesawat berkapasitas sangat tinggi (UHCA). Proyek baru Airbus ini diumumkan di Farnborough Airshow 1990 di Inggris.
Ketika pekerjaan desain awal berlangsung hingga awal 1990-an, Airbus dan Boeing mulai bekerja sama dalam studi kelayakan bersama untuk pesawat Very Large Commercial Transport (VLCT). Tujuannya, membentuk kemitraan sebagai pengakuan bahwa pasar global untuk produk semacam itu relatif terbatas.
Pada Juni 1994, Airbus memutuskan mengembangkan produk VLCT-nya sendiri dan mengumumkan program A3XX. Kerja sama dengan Boeing secara resmi ditinggalkan pada Juli 1995 karena perkiraan Boeing menunjukkan bahwa pasar yang terbatas berarti bahwa proyek tersebut tidak mungkin menguntungkan.
Kemudian, krisis keuangan Asia melanda pada periode 1997-2000, memberikan tekanan pada Airbus untuk memastikan bahwa A3XX akan memberikan efisiensi operasi yang tinggi. desain pesawat juga dimodifikasi dengan target pengurangan biaya operasi sebesar 15-20 persen dibandingkan dengan Boeing 747-400.
Setelah melihat sejumlah konsep desain, desain A3XX menyatu pada tata letak dek ganda badan pesawat tunggal.
Pada Desember 2000, Dewan Airbus memilih untuk secara resmi meluncurkan proyek senilai 9,5 miliar euro atau 10,7 miliar dolar AS untuk membangun A380, dengan 50 pesanan tetap dari enam pelanggan.
Sebutan A380 dipilih karena angka 8 menyerupai bagian badan pesawat dek ganda. Angka 8 dianggap sebagai angka keberuntungan di beberapa negara Asia di mana Airbus mencoba menjual pesawat tersebut.
Konfigurasi A380 diselesaikan pada awal 2001 dan pembuatan komponen pertama, kotak sayap, dimulai pada Januari 2002. Pada saat A380 pertama selesai dibuat, biaya pengembangan program telah meningkat menjadi sekitar 11-14 miliar euro (12,4-15,8 miliar dolar AS).
Meskipun angka resmi tidak tersedia dari Airbus, analis industri percaya bahwa total biaya sebenarnya dari program A380 dapat mencapai 25 miliar euro (28,2 miliar dolar AS).