ilustrasi minyak goreng curah (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Adapun pada kebijakan DPO, eksportir harus menjual CPO dan RBD palm olein kepada produsen minyak goreng dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Untuk CPO, harganya Rp9.300 per kilogram (kg), dan RBD palm olein Rp10.300/kg atau Rp9.364/liter.
Dengan dicabutnya kebijakan DPO, pemerintah akan memberikan subsidi untuk penjualan minyak goreng curah menggunakan dana dari Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Dengan subsidi, maka minyak goreng curah wajib dijual seharga Rp14.000 per liter ke masyarakat.
Menurut Lutfi, dana BPDPKS cukup untuk disalurkan sebagai subsidi, karena tarif pungutan ekspor sawit yang dikelola juga naik seiringan dengan lonjakan harga CPO di pasar internasional. Dia mengatakan, saat ini total biaya yang ditanggung para eksportir sawit, yakni bea keluar dan pungutan ekspor mencapai 675 dolar AS per metrik ton (MT).
"BPDPKS itu nanti akan mendapatkan uangnya dari tambahan bea keluar, dari tambahan pungutan ekspor. Hitungan kita sekarang dengan harga hari ini, yang tadinya pungutan ekspor dan bea keluar jumlahnya 375 dolar AS per MT, sekarang ditambah 300 dolar jadi 675 dolar AS per MT. Dengan begitu BPDPKS akan mendptkan uang yang cukup untuk memastikan pemerintah hadir dengan harga Rp14.000/liter" tutur Lutfi.
Sementara itu, untuk minyak goreng kemasan, dijual dengan harga yang mengikuti fluktuasi di pasar.
"DPO tidak ada, karena ini semua akan menggunakan mekanisme pasar dan akan dikerjakan melalui subsidi dari BPDPKS. Jadi mestinya karena begitu disparitas harga tidak terlalu tinggi, dan barang mestinya sudah hadir," ujar dia.