mBioCoV-19, RT-PCR Kit buatan BPPT dan PT Bio Farma (dok. Bio Farma)
Sebelumnya, Co-Founder sekaligus CEO Nusantics, Sharlini Eriza Putri mengatakan perusahaannya memiliki kapasitas produksi BioSaliva (alat tes PCR yang dikembangkan bersama PT Bio Farma) hingga 4 juta kit per bulan. Sayangnya, serapannya tak sampai 300 ribu kit per 3 bulan, artinya berkisar di bawah 100 ribu kit per bulan.
"Kapasitas bisa sampai 4 juta per bulan. Aktualnya jauh di bawah itu yang terserap. Bahkan bisa di bawah 300 ribu per 3 bulan," ujar Sharlini kepada IDN Times, Selasa (26/10/2021).
Menurut Sharlini, rendahnya serapan alat tes PCR buatan Nusantics karena sulit bersaing dengan produk impor.
Selain Nusantics, alat tes PCR yang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Farmasi dan Medika (PTFM) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan PT Bio Farma juga kurang dilirik. Alat tes PCR yang merupakan inovasi BPPT itu pun sudah diproduksi secara massal oleh Bio Farma dengan merek mBioCoV-19 RT-PCR Kit.
Direktur PTFM, Agung Eru Wibowo mengatakan hingga saat ini serapan mBioCoV masih belum maksimal, meski pihaknya sudah melakukan sosialisasi dan promosi.
"Kami sih dari awal setelah produk itu siap kami sudah mengendorse ke pemerintahan, informasi, dimasukkan ke e-katalog. Tapi memang sepertinya belum maksimal, sudah dipakai di beberapa tempat, seperti di BNPB, Satgas juga sudah pengadaan, sudah dipakai juga, hanya saja ya belum maksimal," ucap Agung kepada IDN Times.