Calon penumpang bersiap menaiki bus di Terminal Terpadu Pulo Gebang, Jakarta, Jumat (26/3/2021) (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Persoalan larangan yang memang sempat membingungkan masyarakat. Beberapa orang kebingungan dengan penetapan masa pengetatan dan masa peniadaan mudik. Sebagian lainnya memanfaatkan itu untuk memajukan jadwal keberangkatan mereka ke kampung halaman.
"Aku lihat masih bisa juga ternyata mudik, aku pas-pasin aja tanggal 5 berangkat. Kayaknya banyak orang seperti aku," ujar Pingit (30), seorang pekerja swasta yang mudik ke Jombang, Jawa Timur.
Dia menilai kebijakan pemerintah soal larangan mudik hanya akan menggeser puncak mudik ke tanggal-tanggal sebelum 6 Mei saja. Padahal awalnya, pemerintah menyebut-nyebut kebijakan larangan mudik sudah berlaku sejak 22 April 2021.
Hanya saja, pada periode 22 April - 5 Mei 2021, pemerintah menyebutnya sebagai prapengetatan mudik. Tidak ada aturan yang mengikat masyarakat untuk bisa mudik ke kampung halamannya.
Berdasarkan data PT Jasa Marga (Persero) Tbk, sebanyak 387.383 kendaraan meninggalkan wilayah Jabotabek pada periode akhir pekan terakhir (30 April-2 Mei 2021) sebelum memasuki masa peniadaan mudik.
Angka tersebut merupakan kumulatif arus lalu lintas (lalin) dari beberapa Gerbang Tol (GT) Barrier/Utama, yaitu GT Cikupa (arah Barat), GT Ciawi (arah Selatan), dan GT Cikampek Utama dan GT Kalihurip Utama (arah Timur). Jasa Marga menyebut, total volume lalin yang meninggalkan wilayah Jabotabek ini turun 10 persen jika dibandingkan lalin normal.
Adapun larangan mudik diatur dalam SE Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 selama bulan suci Ramadhan 1442 Hijriah.
Ketentuan dalam SE ditandatangani oleh Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Doni Monardo pada 7 April 2021. Ada empat ruang lingkup yang diatur dalam SE, yakni protokol kesehatan umum, pengendalian kegiatan ibadah selama bulan Ramadan dan salat Idul Fitri.
Dikutip dari bahan paparan Kementerian Perhubungan, pada periode 22 April - 5 Mei 2021, tidak ada ketentuan izin perjalanan yang diberlakukan. Namun, pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) wajib untuk menunjukkan hasil tes negatif rapid test antigen atau PCR maksimal 1x24 jam atau GeNose C19 sebelum keberangkatan.
Sementara pada masa peniadaan mudik, 6-17 Mei 2021 pun masih ada celah untuk bepergian ke luar kota. Aturan menyebutkan masyarakat masih bisa melakukan perjalanan tapi hanya untuk kepentingan bekerja/dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka/meninggal, ibu hamil/kepentingan persalinan.
Untuk ketentuan kesehatannya, PPDN wajib menunjukkan hasil negatif rapid test PCR maksimal 3x24 jam, rapid test antigen maksimal 2x24 jam atau hasil negatif GeNose C19 sebelum keberangkatan.
Sedangkan pada pascamasa peniadaan mudik, yakni periode 18 Mei - 24 Mei 2021, ketentuan izin dan ketentuan kesehatan yang berlaku sama dengan masa awal pengetatan mudik.
Selain itu, yang terbaru, pemerintah juga melarang mudik lokal di kawasan aglomerasi. Juru bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito, menegaskan pada intinya pemerintah tidak hanya melarang mudik antarprovinsi tapi juga lokal.
"Untuk memecah kebingungan masyarakat terkait mudik lokal di wilayah aglomerasi saya tegaskan bahwa pemerintah melarang apa pun bentuk mudik, baik lintas provinsi maupun dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi, dengan urgensi mencegah dengan maksimal interaksi fisik sebagai cara transmisi virus dari satu orang ke orang lain," kata , dia dalam konferensi pers, Kamis (6/5/2021).
Kendati kebijakan pelarangan mudik itu telah dilakukan, namun eksodus masyarakat untuk balik ke kampung halaman tak terbendung. Banyak dari masyarakat yang sudah terlanjur pulang ke kampung halamannya, tanpa melanggar aturan pula.