Google dan Apple Dibidik UE, Trump Siapkan Langkah Balasan

Intinya sih...
- Uni Eropa menuding Google dan Apple melanggar regulasi DMA, berpotensi memicu konflik dengan pemerintahan Trump.
- Komisi Eropa menemukan Google melakukan self-preferencing dalam hasil pencarian, serta membatasi ruang gerak pengembang aplikasi di Google Play.
Jakarta, IDN Times – Uni Eropa (UE) menuding Google dan Apple melanggar Digital Markets Act (DMA), regulasi yang bertujuan menciptakan persaingan lebih sehat di industri teknologi. Langkah ini berpotensi memanaskan hubungan dengan pemerintahan Donald Trump, yang sebelumnya mengancam bakal membalas kebijakan UE dengan tarif baru terhadap perusahaan asing.
Jika terbukti bersalah, Google dan Apple bisa dikenakan denda hingga 10 persen dari total pendapatan global mereka. Bahkan, angka itu bisa melonjak menjadi 20 persen jika mereka kembali melanggar aturan.
1. Google dianggap bermain curang dalam hasil pencarian
Komisi Eropa menilai Google mengistimewakan layanannya sendiri dalam hasil pencarian, sebuah praktik yang disebut self-preferencing. Tindakan ini dinilai menyalahi aturan karena merugikan pesaing dan bertentangan dengan prinsip persaingan sehat.
Tak hanya itu, Google Play juga disebut membatasi ruang gerak pengembang aplikasi dengan menghalangi mereka mengarahkan pengguna ke platform lain yang menawarkan harga lebih kompetitif.
“Temuan Komisi ini mengharuskan kami membuat lebih banyak perubahan pada cara kami menampilkan hasil pencarian tertentu, yang justru akan menyulitkan pengguna menemukan apa yang mereka cari dan mengurangi lalu lintas ke bisnis Eropa. Ini jelas keliru,” ujar Oliver Bethell, Direktur Kompetisi EMEA Google, dalam sebuah unggahan blog, dikutip dari CNBC International.
Google menganggap regulasi UE bisa berdampak buruk bagi konsumen dan pelaku bisnis. Jika perusahaan tidak bisa mengenakan biaya yang wajar untuk menopang pengembangan Android dan Google Play, keberlanjutan platform terbuka mereka bisa berada di ujung tanduk.
2. Apple diminta membuka pintu bagi pesaing
Selain Google, Apple juga berada dalam sorotan UE terkait kebijakan interoperabilitasnya. Komisi Eropa menuntut Apple membuka ekosistemnya agar perangkat dari produsen lain, seperti ponsel pintar dan headphone nirkabel, bisa terhubung dengan lebih leluasa. Langkah ini diambil untuk mengikis dominasi Apple dan memberikan peluang bagi pengembang lain menciptakan produk yang kompatibel dengan ekosistemnya.
Tak berhenti di situ, UE juga mengeluarkan perintah tambahan yang mengatur pedoman serta tenggat waktu bagi Apple dalam merespons permintaan pengembang aplikasi.
“Keputusan hari ini membuat kami terjebak dalam birokrasi yang berbelit-belit, memperlambat kemampuan Apple untuk berinovasi bagi pengguna di Eropa, dan memaksa kami untuk memberikan fitur-fitur baru kami secara gratis kepada perusahaan-perusahaan yang tidak harus mematuhi aturan yang sama,” kata juru bicara Apple, dikutip dari The Guardian.
Apple khawatir regulasi ini dapat mengganggu pengalaman pengguna di Eropa. Meski begitu, perusahaan tetap berupaya berdiskusi dengan Komisi Eropa untuk menyampaikan keberatannya.
3. Trump beri sinyal perlawanan dengan ancaman tarif
Di tengah manuver UE, Trump mengancam akan membalas dengan kebijakan tarif bagi perusahaan asing sebagai respons terhadap langkah agresif terhadap raksasa teknologi AS. Ia bahkan menyebut kebijakan UE sebagai “pemerasan luar negeri” terhadap bisnis Amerika.
Pemerintahan Trump sebelumnya sudah memperingatkan bahwa aturan ketat terhadap perusahaan seperti Google, Apple, Meta, dan Amazon dapat memperburuk hubungan dagang antara AS dan UE. Sementara itu, UE dikabarkan siap menghadapi gertakan tersebut dengan mengaktifkan instrumen “anti-koersi”, yang memungkinkan blok tersebut mengambil tindakan jika mendapat tekanan ekonomi dari negara lain.
Ketegangan ini tampaknya masih jauh dari kata usai, terutama karena UE juga tengah menyoroti Meta terkait kebijakan pay or consent-nya, yang mewajibkan pengguna membayar agar bisa menikmati platform tanpa iklan berbasis data pribadi. Dengan semakin agresifnya langkah regulasi UE, pertarungan hukum antara AS dan UE kemungkinan akan terus berlanjut.