ilustrasi penipuan (IDN Times/Aditya Pratama)
Google menemukan bahwa banyak kasus penipuan ini terjadi dalam kategori yang disebut duress verticals—layanan yang biasanya dicari dalam situasi darurat, seperti jasa derek dan tukang kunci. Para pelaku memanfaatkan urgensi pelanggan untuk menjerat mereka dengan berbagai trik.
“Saat kami mendapat peringatan tentang penipuan yang sebenarnya, kami melakukan upaya ekstrem untuk mengidentifikasi daftar penipuan serupa,” kata Halimah DeLaine Prado, penasihat hukum utama Google, dalam wawancara dengan CBS Mornings Plus, dikutip dari The Verge, Sabtu (22/3/2025).
Google menemukan bahwa jaringan ini menggunakan berbagai metode, salah satunya bait and switch, di mana pelanggan yang mencari layanan tertentu justru diarahkan ke penyedia lain yang tak mereka kenali. Dalam beberapa kasus, pelanggan menghubungi perusahaan asli, tetapi panggilannya dialihkan melalui layanan perantara yang kemudian menghubungkan mereka ke pelaku penipuan.
“Penipu menjadi semakin canggih,” ujar Prado. Setelah korban terperangkap, mereka sering kali dikenakan biaya yang jauh lebih tinggi dari tarif awal yang dijanjikan.
Investigasi Google juga mengungkap bahwa jaringan ini tak beroperasi sendirian. Mereka bekerja sama dengan agen di berbagai negara dan memanfaatkan media sosial untuk memperluas jangkauan. Dalam gugatan, Google menampilkan contoh pelaku yang mempromosikan “ulasan bintang 5” di berbagai grup Facebook guna mengakali pedoman Google.