Google Hapus Janji Tak Gunakan AI untuk Senjata dan Pengawasan

- Google mengubah kebijakan AI-nya, tidak lagi melarang penggunaan AI untuk aplikasi militer atau pemantauan.
- Perubahan ini mencerminkan strategi baru perusahaan dalam menawarkan teknologinya ke lebih banyak pihak, termasuk pemerintah.
- Kebijakan baru Google diumumkan menjelang laporan pendapatan kuartal keempat yang mengecewakan, menyebabkan harga sahamnya turun hingga 9 persen.
Jakarta, IDN Times - Google telah menghapus janji untuk tidak menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam pengembangan senjata dan pengawasan dari kebijakan etikanya yang diperbarui. Perubahan ini diumumkan pada Selasa (4/2/2025), menandai pergeseran pendekatan perusahaan dalam penerapan AI di berbagai sektor.
Sebelumnya, perusahaan secara eksplisit menegaskan bahwa AI tidak boleh digunakan untuk tujuan yang berpotensi membahayakan, termasuk senjata, dan sistem pemantauan yang bertentangan dengan norma internasional.
Dalam kebijakan baru tersebut, Google menegaskan komitmennya untuk mengembangkan AI secara bertanggung jawab sesuai hukum internasional dan hak asasi manusia. Namun, tidak lagi disebutkan larangan eksplisit terhadap penggunaan AI dalam aplikasi militer atau pemantauan.
1. Perubahan kebijakan Google terkait AI
Google pertama kali memperkenalkan prinsip AI-nya pada 2018 setelah menghadapi protes dari karyawan atas keterlibatannya dalam Project Maven, proyek Pentagon yang menggunakan AI untuk menganalisis video drone militer. Protes ini menyebabkan beberapa karyawan mengundurkan diri dan ribuan lainnya menandatangani petisi menentang keterlibatan perusahaan dalam proyek tersebut.
Sebagai respons, Google memutuskan tidak memperpanjang kontraknya dengan Pentagon dan menarik diri dari kompetisi tender komputasi awan senilai 10 miliar dolar AS (sekitar Rp162,8 triliun). Namun, kebijakan AI yang diperbarui mencerminkan strategi baru perusahaan dalam menawarkan teknologinya ke lebih banyak pihak, termasuk pemerintah.
CEO Google DeepMind, Demis Hassabis, dan Wakil Presiden Senior Riset, James Manyika, menegaskan bahwa pengembangan AI harus dipimpin oleh demokrasi dengan nilai-nilai inti seperti kebebasan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
2. Keterlibatan Google dalam proyek AI kontroversial

Meskipun tidak lagi melarang penggunaan AI untuk keperluan militer atau pengawasan, Google tetap aktif dalam proyek-proyek yang melibatkan pemerintah. Tahun lalu, perusahaan bersama Amazon menandatangani kontrak Project Nimbus senilai 1,2 miliar dolar AS (sekitar Rp19,5 triliun) untuk menyediakan layanan AI dan komputasi awan bagi pemerintah serta militer Israel.
Menurut The New York Times, kontrak ini memungkinkan pemanfaatan teknologi AI Google untuk berbagai aplikasi, termasuk klasifikasi gambar dan pelacakan objek. Dokumen internal menunjukkan bahwa para eksekutif sempat mempertimbangkan dampak kontrak ini terhadap reputasi perusahaan sebelum menandatanganinya.
Selain itu, Google memperketat aturan diskusi internal terkait isu geopolitik. Pada September 2024, perusahaan membatasi forum Memegen agar tidak membahas topik seperti konflik militer dan sengketa internasional.
3. Dampak perubahan kebijakan terhadap saham Google

Perubahan kebijakan AI ini terjadi di tengah persaingan ketat di sektor teknologi. Perusahaan-perusahaan Silicon Valley semakin menekankan pentingnya dominasi Amerika Serikat dalam pengembangan AI guna bersaing dengan China.
Shyam Sankar, CTO Palantir, menegaskan bahwa persaingan AI memerlukan keterlibatan luas dari berbagai sektor, bukan hanya Departemen Pertahanan. Pernyataan ini mencerminkan tren semakin eratnya hubungan antara perusahaan teknologi dan pemerintah dalam pengembangan AI untuk kepentingan nasional.
Sementara itu, kebijakan baru Google diumumkan menjelang laporan pendapatan kuartal keempat yang mengecewakan. Dilansir CNBC Internasional, pendapatan perusahaan di bawah ekspektasi pasar menyebabkan harga sahamnya turun hingga 9 persen dalam perdagangan setelah jam kerja.
Google menyatakan akan tetap mempertimbangkan keseimbangan antara manfaat dan risiko dalam penerapan AI. Dalam kebijakan barunya, perusahaan menyebut akan “melanjutkan proyek yang manfaatnya secara keseluruhan jauh lebih besar daripada risiko dan dampak negatifnya.” Hingga kini, Google belum memberikan komentar langsung terkait perubahan ini meskipun telah menerima berbagai permintaan klarifikasi.