Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menghadiri pertemuan ketiga Menkeu dan Gubernur Bank Sentral negara G20 (Finance Ministers and Central Bank Governors/FMCBG) di Rio De Janeiro, Brasil pada 25-26 Juli 2024. (dok. Kemenkeu)
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menghadiri pertemuan ketiga Menkeu dan Gubernur Bank Sentral negara G20 (Finance Ministers and Central Bank Governors/FMCBG) di Rio De Janeiro, Brasil pada 25-26 Juli 2024. (dok. Kemenkeu)

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menghadiri pertemuan ketiga Menkeu dan Gubernur Bank Sentral negara G20 (Finance Ministers and Central Bank Governors/FMCBG) di Rio De Janeiro, Brasil pada 25-26 Juli 2024.

Pada pertemuan tersebut, para Menkeu dan Gubernur Bank Sentral membahas berbagai isu yang menjadi prioritas negara G20.

Sri Mulyani menyampaikan empat isu dalam pertemuan tersebut, yakni terkait kondisi perekonomian global dan dampaknya bagi Indonesia, pembangunan berkelanjutan, perpajakan, hingga reformasi Lembaga Keuangan Multilateral (MDBs).

1. Sri Mulyani pamer ekonomi RI kokoh di tengah konflik geopolitik

Ilustrasi uang tunai rupiah (pixabay.com/Mohamad Trilaksono)

Dalam rangkaian agenda utama pertemuan ketiga G20 FMCBG Brasil yang membahas ekonomi global dan tantangan terkini, mengatakan ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh ketegangan geopolitik, fluktuasi kebijakan moneter, dan pemilu global telah meningkatkan volatilitas pasar dan memperlambat investasi.

Meskipun demikian, dia mengatakan perekonomian Indonesia tetap tumbuh 5,1 persen pada kuartal I-2024 dan tingkat inflasi yang stabil sebesar 2,5 persen pada bulan Juni 2024.

Namun, Sri Mulyani menekankan pentingnya koordinasi dan kerja sama ekonomi untuk menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan ketidaksetaraan.

2. Sri Mulyani ajak anggota G20 bantu penerapan program keberlanjutan di negara dengan fiskal terbatas

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menghadiri pertemuan ketiga Menkeu dan Gubernur Bank Sentral negara G20 (Finance Ministers and Central Bank Governors/FMCBG) di Rio De Janeiro, Brasil pada 25-26 Juli 2024. (dok. Kemenkeu)

Terkait dengan pembangunan berkelanjutan, Sri Mulyani mengatakan Indonesia akan memperkuat kerangka pembiayaan keanekaragaman hayati nasional dan menutup kesenjangan pembiayaan untuk konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.

Di samping itu, Indonesia juga menyambut baik diskusi tentang penerapan utang untuk iklim (debt-for-climate swap) untuk membantu negara-negara dengan ruang fiskal terbatas menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara.

Saat ini, Indonesia telah berhasil menerapkannya dengan menandatangani pertukaran utang untuk alam senilai 35 juta dolar Amerika Serikat (AS) pada tanggal 3 Juli 2024 lalu untuk melindungi ekosistem terumbu karang Indonesia.

Dia juga menekankan pentingnya kerja sama global untuk mengatasi berbagai tantangan ekonomi dan iklim yang semakin kompleks. Diperlukan strategi terintegrasi untuk meningkatkan pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) tepat waktu dan berdampak.

“Tantangan terbesar kita adalah penggunaan energi dan lahan hutan yang paling mahal dalam pembiayaan. Kita perlu terus membangun proyek- proyek energi, namun dengan emisi karbon yang lebih rendah,” kata Sri Mulyani dalam keterangan resmi, Minggu (28/7/2024).

3. Sri Mulyani ungkap potensi kerugian ekonomi global karena pajak

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menghadiri pertemuan ketiga Menkeu dan Gubernur Bank Sentral negara G20 (Finance Ministers and Central Bank Governors/FMCBG) di Rio De Janeiro, Brasil pada 25-26 Juli 2024. (dok. Kemenkeu)

Pada sesi perpajakan internasional, Sri Mulyani menyoroti pentingnya mencapai kesepakatan pada Pilar Satu untuk meningkatkan keadilan pajak bagi negara-negara pasar.  Sebab, gagalnya pencapaian kesepakatan multilateral dapat menyebabkan tindakan unilateral yang berpotensi mengakibatkan pajak berganda dan merugikan ekonomi global.

“Perlunya kebijakan pajak progresif yang efektif untuk mengurangi ketidaksetaraan pendapatan dan kekayaan, serta pentingnya kerjasama internasional dalam pertukaran informasi dan pembangunan kapasitas untuk mengatasi perencanaan pajak agresif oleh individu-individu berpenghasilan tinggi”, ujar Sri Mulyani.

Terkait reformasi Lembaga Keuangan Multilateral (MDBs) menurutnya adalah sebuah keharusan, agar tetap relevan dan efektif dalam mendukung para anggotanya termasuk untuk kebutuhan implementasi Kerangka Kecukupan Modal (Capital Adequacy Framework/CAF) yang lebih besar, baik, dan efektif.

Editorial Team