PBB Kecam Aksi Dulang Untung Perusahaan Minyak di Tengah Krisis

Keuntungan perusahaan minyak ditaksir 100 miliar dolar AS

Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tajam mengkritik sejumlah perusahaan minyak dan gas yang mencetak rekor keuntungan di tengah krisis energi dan orang-orang miskin yang jumlahnya semakin menjadi-jadi imbas dari adanya krisis global berkepanjangan mulai dari pandemi COVID-19 hingga invasi Rusia ke Ukraina.

Sekretaris Jenderal, Antonio Guterres, mengatakan aksi yang ditunjukkan oleh sejumlah korporasi tersebut tidak bermoral. Berdasarkan catatan yang dimilikinya, sejumlah perusahaan energi pada kuartal pertama tahun ini sudah menghasilkan keuntungan gabungan hampir 100 miliar dolar AS.

Baca Juga: Dulang Cuan saat Harga Minyak Tinggi, Shell Fokus Ciptakan Nol Karbon

1. PBB mendesak sejumlah negara kenakan pajak keuntungan bagi perusahaan minyak dan gas

PBB Kecam Aksi Dulang Untung Perusahaan Minyak di Tengah KrisisSekjen PBB, Antonio Guterres, saat sedang menghadiri perayaan ulang tahun PBB ke-75 pada tanggal 23 Oktober 2020 lalu. (Twitter.com/antonioguterres)

Guterres mendesak semua pemerintah untuk mengenakan pajak atas keuntungan yang berlebihan ini kepada sejumlah perusahaan minyak dan gas. Kemudian, menggunakan dana tersebut untuk mendukung kebutuhan orang-orang yang paling rentan dalam melalui masa-masa sulit ini.

Guterres mendesak agar ada gerakan dari masyarakat untuk memberikan pesan kepada pelaku industri bahan bakar fosil dan pemodal bahwa keserakahan yang mengerikan ini berdampak kepada orang-orang yang paling miskin dan paling rentan di dunia.

2. Dunia tengah alami tiga isu krisis yakni pangan, energi, dan keuangan yang saling terkait

PBB Kecam Aksi Dulang Untung Perusahaan Minyak di Tengah KrisisANTARA FOTO/REUTERS/Dinuka Liyanawatte

Guterres berbicara pada konferensi pers pada Kamis (4/8/2022) ini dengan meluncurkan laporan oleh Global Crisis Response Group yang ia dirikan untuk mengatasi tiga isu krisis yakni pangan, energi, dan keuangan yang saling terkait. Ketiga isu tersebut kini tengah melanda negara-negara yang berusaha pulih dari pandemi COVID-19 dan menanganinya dan dampak dari invsi Rusia ke Ukraina.

"Kita melihat keuntungan yang berlebihan dari industri minyak dan gas di saat kita semua kehilangan uang karena inflasi sudah mencapai sekitar 7-8 persen. Tidak ada kebijakan yang lebih populer daripada mengenakan pajak atas keuntungan yang berlebihan dan dan mendistribusikan uang tersebut kepada keluarga yang paling rentan," kata Guterres seperti dikutip dari Firstpost pada Kamis (4/8/2022).

3. Harga gas alam masih tinggi di pasaran

PBB Kecam Aksi Dulang Untung Perusahaan Minyak di Tengah KrisisDok. Pertamina

Kepala Perdagangan PBB, Rebeca Grynspan, mengatakan harga gandum turun hampir 50 persen. Kemudian, harga jagung dan pupuk telah turun hampir 25 persen pada bulan lalu dan minyak mentah sekarang sekitar 93 dolar AS per barel dibandingkan dengan 120 dolar AS per barel pada bulan Juni.

"Hanya gas alam yang melawan tren dan masih lebih tinggi dari sebulan lalu," katanya kepada wartawan melalui video dari Jenewa.

Penurunan harga adalah kabar baik, kata Grynspan, tetapi sudah terlalu lama dan sejak Juni prakiraan kemiskinan ekstrem telah meningkat 71 juta orang dan prakiraan kerawanan pangan sebesar 47 juta.

Baca Juga: Laba Q2 Meroket Tembus US$11,5 Miliar, Shell Gaspol Buyback Saham

4. PBB mendesak negara maju lebih hemat energi

PBB Kecam Aksi Dulang Untung Perusahaan Minyak di Tengah Krisismasterplandesa.com

PBB mendesak negara-negara maju yang lebih kaya untuk menghemat energi termasuk dengan mengurangi penggunaan AC dan pemanas dan dengan mempromosikan transportasi umum dan solusi berbasis alam.

PBB mendorong agar teknologi baru termasuk penyimpanan baterai harus menjadi barang publik dan pemerintah harus meningkatkan dan mendiversifikasi rantai pasokan untuk bahan baku dan teknologi energi terbarukan.

Peningkatan pembiayaan swasta dan multilateral untuk transisi energi hijau juga menjadi perhatian PBB. Upaya tersebut dalam rangka mendukung Badan Energi Internasional untuk meningkatkan investasi dalam energi terbarukan untuk memenuhi tujuan memotong emisi gas rumah kaca menjadi nol pada tahun 2050.

"Hari ini, negara-negara berkembang menghabiskan sekitar 150 miliar dolar AS untuk energi bersih," kata Grynspan, Sekretaris Jenderal Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya