Faisal Basri Usul Pungutan PPN 11 Persen saat Harga Minyak Dunia Naik

Sebagai upaya menjaga kuota BBM bersubsidi

Jakarta, IDN Times - Ekonom senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri, mengatakan penyebab kuota BBM subsidi selalu cepat habis dari tahun ke tahun, karena harga jual eceran BBM bersubsidi yang disalurkan PT Pertamina (Persero), seperti Pertalite dan Solar, selalu berada di bawah harga yang terbentuk akibat mekanisme pasar.

Menurutnya, kondisi ini pada akhirnya menyebabkan penyaluran BBM bersubsidi dari dulu hingga saat ini tidak pernah tepat sasaran. Sebab, faktor pengendaliannya diserahkan pada mekanisme kuota.

"Hukumnya, kalau menjual di bawah ongkos, pasti langka. Mau tentara, Kopassus sekalipun diturunkan tidak bisa (melarang penjualan BBM subsidi). Malaikat pun akan membeli yang lebih murah kalau ada dua harga," kata Faisal seperti dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (31/8/2022).

Baca Juga: Ombudsman Imbau BBM Subsidi untuk Angkutan Umum dan Motor Tak Dihapus

1. Faisal Basri sarankan pungutan PPN 11 persen saat harga minyak dunia tinggi

Faisal Basri Usul Pungutan PPN 11 Persen saat Harga Minyak Dunia NaikIlustrasi Pajak. (IDN Times/Arief Rahmat)

Faisal pun menyarankan cara lain yang bisa diterapkan pemerintah untuk membendung dampak pergerakan harga minyak mentah dunia ke besaran subsidi adalah dengan memanfaatkan mekanisme fiskal.
Mekanisme fiskal yang bisa digunakan, yakni dengan menyesuaikan pelaksanaan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap konsumsi BBM.

"Jika harga minyak sedang tinggi-tingginya, pemerintah bisa memungut PPN 11 persen. Tapi, jika harga minyak mentah turun, pungutan PPN ditiadakan," ujarnya.

Adapun, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menemukan sejumlah masalah yang menyebabkan bahan bakar minyak bersubsidi atau BBM subsidi tak tepat sasaran atau dinikmati masyarakat mampu.

Direktur BBM BPH Migas, Patuan Alfon, mengatakan, dari hasil pemantauan BPH Migas selama ini, kebanyakan penyelewengan penyaluran BBM bersubsidi yang terjadi dalam
bentuk penimbunan.

"Ya memang kebanyakan itu ditimbun dan dilarikan ke konsumen-konsumen yang tidak berhak," kata Patuan.

Baca Juga: Cegah Subsidi BBM Membengkak, Pengamat Sarankan 3 Cara Ini

2. Landasan hukum penyaluran BBM perlu dibenahi

Faisal Basri Usul Pungutan PPN 11 Persen saat Harga Minyak Dunia NaikIlustrasi pengisian BBM di SPBU. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Menurut Patuan, ada yang perlu dibenahi agar penyaluran BBM bersubsidi tidak terus salah sasaran, yakni landasan hukum yang mendetilkan jenis kendaraan apa saja yang benar-benar bisa menikmati BBM bersubsidi seperti jenis Pertalite dan Solar.

Landasan hukum yang akan dibenahi itu adalah Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

"Dalam lampiran itu tidak lengkap kendaraan yang dibatasi bisa menggunakan BBM bersubsidi," ujarnya.

3. Penyaluran subsidi BBM kerap tidak tepat sasaran

Faisal Basri Usul Pungutan PPN 11 Persen saat Harga Minyak Dunia NaikIlustrasi SPBU (IDN Times/Holy Kartika)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi selama ini tidak tepat sasaran.

Untuk BBM jenis solar saja 89 persen dinikmati dunia usaha, dan hanya 11 persennya dinikmati kalangan rumah tangga.

Namun, dari yang dinikmati rumah tangga itu ternyata 95 persennya dinikmati rumah tangga mampu dan hanya 5 persen yang dinikmati rumah tangga miskin seperti petani dan nelayan.

Adapun untuk BBM bersubsidi jenis Pertalite, 86 persennya digunakan kalangan rumah tangga, dan 14 persennya dinikmati kalangan dunia usaha. Tapi, dari porsi rumah tangga itu, 80 persennya dinikmati oleh rumah tangga mampu dan hanya 20 persen dinikmati oleh rumah tangga miskin.

Sebagai informasi, pada 2022 ini pemerintah mematok subsidi BBM Rp 502,4 triliun, yang terdiri dari subsidi energi Rp 208,9 triliun dan kompensasi energi sebesar Rp 293,5 triliun. Saat ini subsidi pertalite hanya tersisa 6 juta kiloliter dari 23 juta kiloliter subsidi yang disepakati hingga akhir 2022.

Baca Juga: Tak Ingin BBM Naik, Gerindra: Negara Masih Mampu Subsidi

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya