Pasal-Pasal Krusial dalam RUU Cipta Kerja, Apa Kata Pengusaha?

Omnibus law Cipta Kerja dituding berat sebelah ke pengusaha

Jakarta, IDN Times - Rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja untuk menjadi undang-undang (UU) dalam rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Dalam perjalanannya, UU Cipta Kerja menjadi polemik panjang. Para buruh menilai pasal-pasal yang diatur dalam RUU tersebut cenderung berat sebelah ke pengusaha dan tidak menguntungkan para pekerja. Hingga akhir pembahasan tingkat I pada Sabtu (3/10/2020), sejumlah pasal masih diperdebatkan.

Pengusaha pun menolak bila RUU Cipta Kerja berat sebelah. Pengusaha justru menilai sejumlah pasal krusial yang diperdebatkan juga menguntungkan bagi buruh. Berikut ulasannya berdasarkan draf final RUU Cipta Kerja.

1. Nilai maksimal pesangon

Pasal-Pasal Krusial dalam RUU Cipta Kerja, Apa Kata Pengusaha?Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Pemerintah pusat dan DPR sepakat menetapkan pengurangan pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK) melalui klaster ketenagakerjaan di omnibus law RUU Cipta Kerja. Nilai maksimal pesangon ialah 25 kali gaji, dengan rincian 19 kali upah dalam bentuk pesangon dan uang penghargaan serta 6 kali dalam bentuk JKP.

Hal tersebut tercantum dalam draf final RUU tersebut. Pada Pasal 156 Ayat (2) disebutkan bahwa uang pesangon untuk masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih ialah 9 (sembilan) bulan upah. Sedangkan pada Ayat (3) disebutkan uang penghargaan untuk masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih ialah 10 (sepuluh) bulan upah.

Nilai maksimal pesangon itu lebih kecil daripada yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13/2003, pesangon PHK diatur maksimal hingga 32 kali gaji. Meski demikian pengusaha menilai nilai itu masih relatif tinggi.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Roslan Roeslani mengatakan pesangon yang diterima pekerja Indonesia masih yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. "Kita mesti lihat sudah dipangkas 25 pun kita masih jauh lebih tinggi dibanding negara ASEAN lainnya," tutur dia kepada IDN Times, Minggu (4/10/2020).

Rosan mencontohkan, Vietnam adalah satu contoh negara yang memberikan pesangon lebih kecil dari Indonesia. Pesangonnya hanya 10 kali dari upah. Lalu, Thailand yang besarannya tidak sampai 20 kali upah.

"Ya memang koreksi ini kita juga melihat dari produktivitas dibanding negara lain. Kita lihat pesangon dari negara lain seperti apa. Pada saat investasi mau masuk ke Indonesia, mereka juga lihat. Akhirnya industri padat karya gak masuk ke Indonesia," ungkap dia.

Baca Juga: Resmi, Pesangon PHK Turun Jadi 25 Kali Gaji dari 32 Kali Gaji

2. Sistem PKWT dan dampaknya ke pekerja kontrak

Pasal-Pasal Krusial dalam RUU Cipta Kerja, Apa Kata Pengusaha?Ilustrasi Bekerja (IDN Times/Dian Ayugustanty)

Salah satu pasal lain yang diperdebatkan adalah terkait sistem perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Poin yang sempat dipermasalahkan oleh buruh adalah rencana akan dihapusnya Pasal 59 yang membahas batas waktu pemberlakuan perjanjian itu.

Jika aturan itu dihapus, dikhawatirkan status pekerja kontrak dapat terus diperpanjang tanpa batas. Penghapusan pasal ini dikritik keras karena pekerja berpotensi besar dikontrak seumur hidup alias minim mendapat jaminan sebagai karyawan tetap. Namun, dalam draf akhir RUU Cipta Kerja, Pasal 59 tidak jadi dihapus.

Dalam Pasal 59 di draf final tersebut disebutkan:

  • Ayat (1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
    a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara
    sifatnya;
    b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam
    waktu yang tidak terlalu lama;
    c. pekerjaan yang bersifat musiman;
    d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
    kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih
    dalam percobaan atau penjajakan; atau
    e. pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya
    bersifat tidak tetap.
  • Ayat (2) berbunyi: Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat
    diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
  • Ayat (3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
  • Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur
    dengan Peraturan Pemerintah.

Terlepas dari hal itu, menurut Rosan, pegawai kontrak dalam RUU Cipta kerja justru mendapat jaring pengaman sosial. Hal itu terdapat dalam perubahan di Pasal 61 draf final RUU Cipta Kerja. Menurut dia, hal itu dinilai lebih menjamin kesejahteraan para pekerja kontrak.

"Biarpun PKWT mereka tetap mendapat pesangon ada, dulu enggak," ujarnya.

Rosan menambahkan, digital ekonomi yang terus berkembang ikut mempengaruhi kebutuhan perusahaan akan pekerjaan penuh waktu (full time). Sehingga, melalui sistem kontrak yang memberikan jaminan sosial dinilai bisa menjadi solusi.

"Sekarang dengan adanya digital ekonomi, banyak pekerjaan yang memang tidak membutuhkan pekerjaan full time. Seperti ahli coding. Mereka bisa kerja di beberapa tempat di waktu yang bersamaan. Bukan berarti ini dilepas tetapi tidak ada jaminan, salah. Di dalam RUU biarpun PKWT mereka mendapat haknya seperti jaring pengaman sosialnya dapat," jelas dia.

3. Izin tenaga kerja asing (TKA)

Pasal-Pasal Krusial dalam RUU Cipta Kerja, Apa Kata Pengusaha?(Ilustrasi pekerja migran asing ilegal di Malaysia) Kantor berita Bernama

Dalam Pasal 42 RUU Cipta Kerja, tenaga kerja asing (TKA) diperbolehkan bekerja di Indonesia, tanpa pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) dari pemerintah pusat. Kemudahan RPTKA ini bagi TKA ahli yang memang diperlukan untuk kondisi tertentu.

Pada Ayat (1) disebutkan, setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat. Namun, pada Ayat (3) disebutkan letentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
c. tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start-up) , kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu. 

Menanggapi hal tersebut, Rosan juga tidak mempermasalahkan kemudahan tenaga izin tenaga kerja asing tanpa pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA). Menurut dia, hal itu diberikan kepada perwakilan perusahaan hingga ahli-ahli saja.

"Ini hanya dibeirkan kepada perwakilan pemegang saham di perusahaan, seperti komisaris. Lalu juga diberikan kepada ahli-ahli seperti ahli vokasi. Kalau untuk setingkat management tetap harus menggunakan izin," ucap dia.

Kehadiran tenaga kerja asing, lanjut Rosan, justru dinilai akan memberi manfaat dan mendorong peningkatan skill bagi tenaga kerja di dalam negeri. Rosan menilai kehadiran tenaga kerja asing tetap diperlukan guna mendorong peningkatan kualitas SDM di dalam negeri.

"Kita justru melihatnya agar ada transfer of knowledge, transfer of technology. Kalau dilihat juga tenaga asing yang masuk ini kan ada PP (peraturan pemerintah) juga yang mengatur lebih lanjut," kata Rosan.

4. Upah minimum

Pasal-Pasal Krusial dalam RUU Cipta Kerja, Apa Kata Pengusaha?Ilustrasi Upah (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam RUU Cipta Kerja, upah minimum sektoral akan dihilangkan tapi DPR dan pemerintah sepakat tidak akan menghapus ketentuan terkait upah minimum provinsi maupun upah minimum kabupaten/kota. Bahkan, upah minimum tidak dapat ditangguhkan, tidak seperti dalam UU Ketenagakerjaan selama ini.

Pada Pasal 88E Ayat (1) disebutkan, upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan pada Pasal 88 E Ayat (2) ditegaskan, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.

Dengan begitu, tidak ada lagi buruh yang boleh diberi gaji di bawah upah minimum. Kenaikan upah minimum menggunakan formulasi pertumbuhan ekonomi daerah dan produktivitas sebagaimana diatur dalam Pasal 88D Ayat (1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (1) dan ayat (2) dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum.

Pada Pasal 88 D Ayat (2) Formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Lalu pada Pasal 88 D Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai formula perhitungan upah minimum diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Baca Juga: Pengusaha: Lewat RUU Cipta Kerja, Pegawai Kontrak dapat Jaminan Sosial

5. RUU Cipta Kerja diklaim menguntungkan pengusaha dan pekerja

Pasal-Pasal Krusial dalam RUU Cipta Kerja, Apa Kata Pengusaha?Ketua Kadin Indonesia, Rosan P. Roeslani. (IDN Times / Auriga Agustina)

Secara keseluruhan, Rosan menilai RUU Cipta Kerja sama-sama menguntungkan pengusaha dan juga para pekerja. "Saya melihatnya ini kepentingan dunia usaha dan kepentingan para pekerja. Itu sama kok, untuk saling meningkatkan kesejahteraan. Ini kan sudah melalui suatu proses yang panjang yang melibatkan semua pemangku kepentingan termasuk dunia usaha, ketua konfederasi serikat buruh," kata Rosan.

Rosan menambahkan, RUU Cipta Kerja yang masih dibahas ini juga dilakukan dalam rangka mendorong penciptaan lapangan pekerjaan. Apalagi, di tengah situasi pandemik COVID-19 saat ini, kebutuhan akan lapangan pekerjaan terus meningkat.

"Kami melihatnya ini sudah berdasarkan masukkan dari semua pihak kok. Ini harus dilihat tujuan besarnya dalam rangka menciptakan lapangan pekerjaan yang merupakan tantangan terbesar kita saat ini, ditambah lagi ada pandemik ini kan yang menimbulkan pengangguran baru," tutur dia.

"Kalau kita lihat pengangguran sekarang 7 juta ditambah lagi nanti ada 5 juta pengangguran baru, ditambah lagi 2 juta angkatan baru setiap tahunnya. masih ditambah lagi 8 juta yang separuh menganggur, ditambah 24 juta yang di sektor informal lainnya. Jadi kita harus memikirkan ini secara keseluruhan," tambahnya.

Baca Juga: Fakta-fakta Perjalanan Omnibus Law Cipta Kerja yang Penuh Kontroversi

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya