Sri Mulyani Diserang Soal Kenaikan Iuran BPJS, Ini Jawaban Kemenkeu

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan bukan keputusan sembarangan

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan Sri Mulyani mendapat kritik dan tudingan bertubi-tubi atas upayanya menyelamatkan neraca keuangan BPJS Kesehatan dengan menaikkan iuran. Dia disebut tidak berpihak pada masyarakat tidak mampu. 

Kementerian Keuangan lantas menjawab tudingan tersebut. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi di Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti, mengatakan kenaikan iuran ini tidak akan mempengaruhi penduduk miskin dan tidak mampu. Saat ini, sebanyak 96,6 juta penduduk miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah Pusat (APBN) yang disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Sementara itu sebanyak 37,3 juta jiwa lainnya, iurannya dibayarkan oleh pemerintah daerah lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang kepesertaan penduduknya telah didaftarkan oleh Pemda atau biasa disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI) daerah. 

"Dengan demikian, ada sekitar 134 juta jiwa yang iurannya dibayarkan oleh APBN dan APBD," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (9/9).

Sementara untuk pekerja penerima upah, baik ASN Pusat/Daerah, TNI, POLRI maupun pekerja swasta, penyesuaian iuran akan ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja.

1. Pemerintah menaikkan iuran dengan pertimbangan matang

Sri Mulyani Diserang Soal Kenaikan Iuran BPJS, Ini Jawaban KemenkeuANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Frans mengungkapkan, khusus untuk peserta mandiri Kelas 3, iurannya hanya akan naik menjadi sebesar Rp42 ribu, sama dengan iuran bagi orang miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh Pemerintah. 

Bahkan, untuk peserta mandiri kelas 3 yang merasa tidak mampu, dapat dimasukkan ke dalam Basis Data Terpadu Kemensos, sehingga berhak untuk masuk PBI yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah.

Selain itu, kenaikan Kelas 2 dan Kelas 1 juga dipertimbangkan dalam batas kemampuan bayar masyarakat (ability to pay). 

Frans juga menyebut bahwa peserta yang merasa terlalu berat untuk membayar, bisa melakukan penurunan kelas. 

"Ditegaskan sekali lagi bahwa ada sekitar 134 juta jiwa yang iuran BPJS-nya dibayarkan oleh pemerintah melalui APBN dan APBD," tegasnya.

2. Kenaikan iuran BPJS adalah hasil kesepakatan bersama

Sri Mulyani Diserang Soal Kenaikan Iuran BPJS, Ini Jawaban KemenkeuDok. Istimewa / Pemprov NTB

Frans menjelaskan, rencana kenaikan iuran ini juga adalah hasil pembahasan bersama oleh unit-unit terkait, seperti Kemenko PMK, Kemenkeu, Kemenkes, dan DJSN. Bukan hanya ketetapan dari Menteri Keuangan. Nantinya ketentuan tersebut akan ditetapkan dengan Peraturan Presiden (Perpres).

Tentang kenaikan iuran, perlu diperhatikan bahwa di antara penyebab utama terjadinya defisit program JKN yang sudah terjadi sejak awal pelaksanaannya adalah besaran iuran yang underpriced dan adverse selection pada peserta mandiri. 

"Banyak peserta mandiri yang hanya mendaftar pada saat sakit dan memerlukan layanan kesehatan yang berbiaya mahal, dan setelah sembuh berhenti mengiur," ungkapnya. 

3. Kemenkeu jelaskan alasan kenaikan iuran

Sri Mulyani Diserang Soal Kenaikan Iuran BPJS, Ini Jawaban Kemenkeuidntimes.com

Pemerintah melalui Kemenkeu tentu tidak sembarangan dalam mengambil keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sebab, sejak tahun 2014, setiap tahun program JKN (jaminan kesehatan nasional) selalu mengalami defisit. 

Sebelum memperhitungkan intervensi pemerintah baik dalam bentuk PMN (Penanaman Modal Negara) maupun bantuan APBN, besaran defisit JKN masing-masing Rp1,9 triliun (2014), Rp9,4 triliun (2015), Rp6,7 triliun (2016), Rp13,8 triliun (2017), dan Rp19,4 triliun (2018). 

Dalam rangka mengatasi defisit JKN itu, pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk PMN sebesar Rp5 triliun (2015) dan Rp6,8 triliun (2016) serta bantuan dalam bentuk bantuan belanja APBN sebesar Rp3,6 triliun (2017) dan Rp10,3 triliun (2018).

Tanpa dilakukan kenaikan iuran, defisit JKN akan terus meningkat, yang diperkirakan akan mencapai Rp32 triliun di tahun 2019, dan meningkat menjadi Rp44 triliun pada 2020 dan Rp56 triliun pada 2021.

"Dalam rangka menjaga keberlangsungan program JKN, maka kenaikan iuran itu memang diperlukan. Jangan sampai program JKN yang manfaatnya telah dirasakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia terganggu keberlangsungannya," ujarnya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya