Jakarta, IDN Times - Harga kobalt dan saham perusahaan terkait di China melonjak tajam setelah Republik Demokratik Kongo (DRC) memperpanjang larangan ekspor kobalt hingga September 2025. Keputusan yang diumumkan akhir pekan lalu ini memperpanjang kebijakan yang berlaku sejak 22 Februari 2025 untuk mengurangi kelebihan pasokan global.
Sebagai produsen sekitar 70 persen kobalt dunia, larangan dari Kongo memperketat pasokan logam penting untuk baterai kendaraan listrik dan paduan logam. Ini mendorong lonjakan harga dan memicu perhatian pelaku pasar global, terutama di China, konsumen kobalt terbesar dunia.