Menteri Keuangan Sri Mulyani tiba di kediaman Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (14/10/2024). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Henry mengatakan, pihaknya pernah memohon kepada pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar industri hasil tembakau memperoleh relaksasi dengan tidak menaikkan tarif CHT dan HJE sepanjang 2025-2027.
Permohonan itu disampaikan agar IHT bisa pulih usai mengalami kontraksi akibat dampak CHT dan HJE di atas nilai keekonomian selama 2020-2024, selain akibat dari pandemik COVID-19 yang belum sepenuhnya pulih.
Adapun terkait PPN, GAPPRI belum lama ini melayangkan surat kepada Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Dalam surat itu, GAPPRI memohon agar permintaan PPN rokok tetap 9,9 persen dikabulkan agar IHT bisa bertahan karena masih dalam kondisi belum stabil.
"Agar pengaturan pada PMK No 63 tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau dapat segera diharmoniskan dengan arah kebijakan pemerintah yang disampaikan oleh Ibu Menteri Keuangan pada tanggal 31 Desember 2024, mengingat IHT tidak masuk kriteria Barang Mewah," tutur Henry.
Perlu diketahui, IHT saat ini mendapat tekanan yang cukup berat baik melalui fiskal maupun non fiskal. Ada lebih dari 480 aturan di berbagai tingkatan yang mayoritas berisi pembatasan. Oleh karena itu, tambahan tekanan seperti kenaikan tarif HJE dan PPN membuat IHT semakin berat.
Henry pun khawatir jika kenaikan HJE dan PPN membuat produk tembakau legal menjadi semakin mahal.
"Semakin mahalnya harga rokok legal, akan membuat orang berpindah mencari rokok murah atau rokok ilegal. Apalagi dalam situasi seperti saat ini yang daya beli masih lemah. Potensi berpindah ke rokok ilegal bisa semakin marak," ujar dia.