Seragamkan Kemasan Rokok, Permenkes Dinilai Bertentangan dengan UU

- Usulan Rancangan Permenkes melanggar hierarki peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi secara hukum.
- Rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa merek bertentangan dengan UU Merek dan Indikasi Geografis, serta UU Perlindungan Konsumen.
- Kebijakan ini dapat merugikan konsumen karena melemahkan perlindungan hukum dan memunculkan produk rokok ilegal yang sulit diidentifikasi.
Jakarta, IDN Times – Usulan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) disebut melawan hierarki peraturan perundang-undangan. Aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 itu disinyalir akan bertabrakan dengan Undang-Undang (UU) yang kedudukannya lebih tinggi secara hukum.
Guru Besar Universitas Sahid Jakarta, Kholil menjelaskan, urutan perundang-undangan telah gamblang menetapkan kedudukan yang lebih tinggi, yaitu dimulai dari Undang-Undang Dasar (UUD), UU, kemudian PP, dan selanjutnya.
Namun, dalam pandangannya Rancangan Permenkes kemungkinan besar ingin melangkahi hierarki aturan hukum dengan menabrak aturan yang lebih tinggi.
"Mestinya peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi," kata dia dalam keterangan resmi kepada IDN Times, Kamis (19/12/2024).
1. Kebijakan dalam Rancangan Permenkes yang berpotensi menabrak UU

Kholil menilai ada dua kebijakan pada Rancangan Permenkes yang berpotensi menabrak beberapa aturan lebih tinggi.
Salah satunya adalah rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang berseberangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. UU tersebut menyatakan bahwa merek dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna untuk membedakan.
Selain itu, Rancangan Permenkes dan PP 28/2024 juga bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam UU itu disebutkan, konsumen berhak mendapatkan informasi dengan jelas dan detail seputar produk yang dibeli dan dikonsumsi.
"Artinya, hak konsumen untuk mendapatkan info produk secara jujur, benar, dan lengkap tidak bisa diperoleh jika Rancangan Permenkes diterapkan," kata Kholil.
Oleh karena itu, Kholil meminta agar Rancangan Permenkes dibuat sinkron dengan aturan-aturan yang lebih tinggi hierarkinya. Dia menilai harmonisasi peraturan sebagai hal yang penting mengingat Presiden Prabowo Subianto telah mendesak agar mengkaji ulang semua aturan perundang-undangan agar harmonis dan sinkron sebagai langkah menuju Indonesia Emas 2045.
"Namun, upaya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui PP 28/2024 serta Rancangan Permenkes justru bertolak belakang dengan arahan Presiden Prabowo tersebut," kata Kholil.
2. Penyeragaman kemasan rokok merugikan konsumen

Kholil melanjutkan, kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dapat merugikan konsumen. Masyarakat tidak akan bisa membedakan satu produk dengan produk lain sehingga bisa menyamarkan antara produk legal dan ilegal.
Konsumen seharusnya mendapatkan informasi dengan jelas dan detail seputar produk yang dibeli sesuai hak yang sudah dilindungi oleh UU.
"Ini perlindungan hukumnya jadi lemah dan terakhir tentu akan muncul produk ilegal yang banyak karena sama semua mereknya," ujar Kholil.
3. Produk rokok ilegal bakal tuai keuntungan

Hilangnya identitas merek pada kemasan rokok akan membuat produk rokok ilegal justru mendapatkan keuntungan. Menurut Kholil, kemasan rokok yang seragam dapat menyulitkan identifikasi penyebaran rokok ilegal. Penjualannya pun tidak bisa dikendalikan karena rokok ilegal tidak teregulasi sehingga membuat masalah peredaran rokok ilegal semakin tinggi.
"(Aturan ini akan) memunculkan produk ilegal dan nanti akan rugi juga konsumen atau pembelinya, karena tidak bisa membedakan mana produk legal dan ilegal,” ujar dia.