Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)
Harga minyak mentah diperkirakan akan terus naik, terutama jika Israel melakukan serangan balasan terhadap fasilitas minyak Iran. Hal itu bisa mendorong harga minyak secara signifikan mengingat Iran adalah salah satu dari 10 produsen minyak terbesar dunia.
Iran memproduksi hingga 3,3 juta barel minyak per hari pada Agustus lalu, tertinggi dalam lima tahun terakhir menurut OPEC. Setengah dari produksi Iran diekspor, mencakup sekitar 2 persen pasokan global.
"Ini jelas memberikan dukungan jangka pendek untuk minyak, terutama jika ketegangan geopolitik ini semakin meningkat," kata analis pasar di eToro, Josh Gilbert.
Sebelumnya, harga minyak mengalami penurunan selama tiga bulan terakhir akibat melemahnya prospek permintaan global, terutama dari AS dan China. Produksi minyak AS yang mencapai rekor tertinggi serta peralihan global menuju energi hijau juga turut menekan harga.
Namun, meningkatnya ketegangan geopolitik sering kali menjadi faktor yang mendorong kenaikan harga minyak.
Di sisi lain, kebijakan ekonomi China juga berpotensi meningkatkan permintaan minyak, dengan Bank Rakyat China (PBOC) baru-baru ini memangkas Rasio Cadangan Wajib (RRR) sebesar 0,5 persen, disertai penurunan suku bunga acuan dan langkah-langkah pelonggaran untuk mendukung sektor perumahan dan pasar saham.
"Paket stimulus China juga merupakan faktor penting. Jika ada pandangan bahwa ekonomi terbesar kedua di dunia ini akan meningkatkan permintaan pada saat pasokan mungkin terbatas, itu memberikan dorongan positif bagi harga minyak mentah," tambahnya.