AS Tetapkan RI Masuk Jadi Negara Maju, Mengapa?

RI tak lagi layak dapat subsidi ekspor dari AS

Jakarta, IDN Times - Kantor Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat (AS) atau Office of the US Trade Representative (USTR) mencabut status Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju dalam hal perdagangan internasional. Negara yang dicoret dari daftar negara berkembang oleh Negeri Paman Sam tak hanya Indonesia, tetapi juga Brasil, India, Tiongkok dan Afrika Selatan. 

Apa ya yang mendorong AS mencoret RI sebagai negara berkembang dari segi perdagangan?

1. Ini alasan AS coret Indonesia dari daftar negara berkembang

AS Tetapkan RI Masuk Jadi Negara Maju, Mengapa?IDN Times/Arief Rahmat

Dilansir dari laman Malaysia The Star pada (20/2) lalu, alasan pengubahan status negara berkembang ini adalah agar lebih mudah bagi AS untuk meluncurkan penyelidikan apakah Indonesia sudah menerima subsidi ekspor dari Negeri Paman Sam. Dikhawatirkan Indonesia sesunguhnya tak lagi layak menerima subsidi itu. 

AS merasa perlu melakukan itu karena panduan yang digunakan oleh Negeri Paman Sam dibuat tahun 1998. Panduan tersebut dinilai tak lagi sesuai. 

Baca Juga: Korea Utara: Terserah Amerika Serikat Mau Dapat Apa untuk 'Kado Natal'

2. Panduan yang digunakan oleh USTR sudah tak lagi sesuai zaman

AS Tetapkan RI Masuk Jadi Negara Maju, Mengapa?Patung Liberty Amerika Serikat (IDN Times/Panji Galih Aksoro)

USTR juga mengatakan, pembaruan daftar negara mana yang maju dan berkembang ini mempertimbangkan beberapa faktor ekonomi dan perdagangan, seperti tingkat perkembangan ekonomi suatu negara dan bagian negara dari perdagangan dunia.

Sebagai contoh, USTR menganggap negara-negara dengan pangsa 0,5 persen atau lebih dari perdagangan dunia sebagai negara 'maju'. Menurut aturan 1998, ambangnya dua persen atau lebih.

3. Tiongkok memprotes kebijakan Amerika Serikat

AS Tetapkan RI Masuk Jadi Negara Maju, Mengapa?(Juru bicara Kemenlu Tiongkok Geng Shuang) Dokumentasi Kemlu Tiongkok

Wakil Direktur Masyarakat Tiongkok untuk Studi WTO yang berbasis di Beijing, Xue Rongjiu, mengatakan pengumuman AS telah merusak otoritas sistem perdagangan multilateral.

Ia mengatakan hubungan perdagangan dan ekonomi Tiongkok dengan mitra dari kedua negara maju dan negara berkembang telah membuktikan mekanisme negosiasi multilateral dinilai efektif dan telah mendorong pertumbuhan ekonomi dunia.

"Tindakan unilateralis dan proteksionis seperti itu telah merugikan kepentingan Tiongkok dan anggota WTO lainnya," kata Xue.

Ia menambahkan dalam pemberitahuan yang dikeluarkan pada (10/2), USTR mengatakan pihaknya merevisi metodologi negara berkembang untuk investigasi atas bea balik. Bea balik yakni sebuah bea yang dikenakan pada produk impor, karena pedoman negara sebelumnya pada tahun 1998 dinilai sudah usang.

Baca Juga: Nikah Lintas Ekonomi, MUI Jabar: Jodoh Urusan Tuhan, Jangan Intervensi

Topik:

Berita Terkini Lainnya