Mengapa MRT Gak Bisa Untung Cuma dari Jual Tiket? 

Kalau gak jualan selain tiket, bisa rugi bosque

Jakarta, IDN Times - PT MRT Jakarta mencatatkan laba sekitar Rp70 miliar selama sembilan bulan beroperasi terhitung Maret hingga November 2019. Salah satu penyumbang terbesar pendapatan MRT adalah non-farebox atau pendapatan non-tiket yang jumlahnya mencapai Rp225 miliar.

Sementara pendapatan MRT yang berasal dari tiket hanya Rp180 miliar. Lalu, kenapa MRT tidak bisa mendapatkan keuntungan cuma dari penjualan tiket?

1. Permasalahan utama: Karena harga tiket subsidi

Mengapa MRT Gak Bisa Untung Cuma dari Jual Tiket? ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Direktur utama PT MRT Jakarta William Sabandar menjelaskan alasan utamanya adalah karena ada subsidi dari pemerintah untuk tiket MRT. Kenapa demikian? Sederhananya, penghasilan tiket sangat bergantung dari jumlah penumpang yang naik MRT setiap hari atau bulan.

Sebelumnya, PT MRT sudah melakukan survei willingness to pay atau keinginan masyarakat membayar tiket MRT. Dari survei itu diketahui bahwa rata-rata masyarakat bersedia membayar Rp10 ribu untuk perjalanan terjauh MRT Jakarta dari Lebak Bulus ke Bunderan HI.

Harga tiket MRT secara ekonomis berkisar Rp30 ribu yang kemudian disubsidi pemerintah sebesar Rp20 ribu dan mendapatkan harga tiket ideal sesuai willingness to pay masyarakat sebesar Rp10 ribu.

"Jadi memang begitu penumpang naik satu atau naik sepuluh, naik. Naiknya itu bukan ke harga keekonomian, naiknya ke harga subsidi aja. Itu tidak akan bisa terlalu banyak bergerak," kata William di kantornya, Jakarta, Rabu (27/11).

Baca Juga: MRT Jakarta Siapkan Pembayaran Pakai QR Code 

2. Meski dengan subsidi, belum dapat menutupi tarif bagi semua penumpang

Mengapa MRT Gak Bisa Untung Cuma dari Jual Tiket? ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Pada 2020, MRT Jakarta akan mendapatkan subsidi Rp900 miliar untuk tiket dengan asumsi pertumbuhan pengguna MRT 100 ribu perhari. Namun akan 'berbahaya' ketika terjadi pertambahan penumpang. Masalahnya, subsidi yang diberikan pemerintah dengan asumsi 100 penumpang per hari, tidak akan mencukupi.

"Penumpang naik aja tapi subsidi kan akan tetap Rp900 miliar seperti itu. Maksud saya, kalau dia (subsidi) sudah lebih dari angka itu ya sudah, harus dibayar dari tempat lain (pendapatan lain)," ujar William.

Nah kalau subsidi sudah habis, maka yang pasti digunakan sebagai dana cadangan adalah pendapatan yang berasal dari non-tiket alias non-fare box.

3. Tetap perlu pendapatan lain biar MRT makin kece dan banyak yang mau naik

Mengapa MRT Gak Bisa Untung Cuma dari Jual Tiket? Dirut MRT Jakarta William Sabandar (IDN Times/Shemi)

Kenapa tetap diperlukan pendapatan non-tiket dan diharapkan pendapatan non-tiket lebih besar? Jawabannya biar ada pemasukkan lebih untuk membiayai fasilitas atau layanan yang akan membuat MRT Jakarta makin kece.

"Kalau you bikin penumpangnya puas, orangnya ini, dia mungkn beli tiket 10 ribu tapi dia beli makanan, dia menikmati ini, jadi dia bisa spend lebih banyak di situ. Justru dengan kenikmatan yang diberikan oleh layanan MRT, pendapatan non-fare box-nya akan datang," kata William.

"Jadi non-fare box ini yang harus dipacu. Supaya non-fare box banyak, layanannya harus premium. Karena, kalau layanan gak premium, orang beli naming right gak akan sebesar sekarang , orang beli advertisment gak akan sebesar sekarang," imbuh William.

Untuk kamu ketahui, pendapatan non-farebox ini mencakup naming rights atau hak penamaan stasiun sebesar 33 persen, telekomunikasi sebesar 2 persen, retail dan UMKM 1 persen dan periklanan 55 persen.

Baca Juga: Bukan Tiket, Sumber Pendapatan Terbesar MRT Ternyata dari Iklan!

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya