Ilustrasi (IDN Times/Mia Amalia)
Dalam melakukan investasi, terdapat dua hal utama yang wajib dipahami oleh masyarakat yaitu tingkat imbal hasil yang ditawarkan (return) dan tingkat risiko (risk).
Setiap investor memiliki sikap toleransi terhadap risiko investasi yang berbeda-beda. Sebagian merasa nyaman untuk mengambil risiko (risk-takers), sebagian kurang berani atau ragu-ragu (risk-moderate), dan ada juga yang benar-benar tidak berani untuk mengambil risiko (risk-averse).
Tidak ada satu pun instrumen investasi yang cocok untuk semua orang. Setiap orang (investor) perlu mengenali profil risiko masing-masing sebelum melakukan investasi sehingga nantinya akan dapat memilih instrumen investasi yang paling sesuai dengan kebutuhannya.
Permasalahannya adalah bahwa masyarakat atau investor sering kali hanya memperhatikan tingkat imbal hasil yang ditawarkan (return) namun lupa dan kurang memperhatikan potensi risiko yang mungkin dihadapi jika memilih suatu bentuk investasi, seperti melesetnya tingkat imbal hasil yang diharapkan (rugi), merosotnya nilai pasar dari investasi, gagal bayar, dan lain sebagainya.
Kondisi inilah yang menjadi salah satu penyebab makin maraknya kasus penipuan dan korban penawaran investasi yang diduga ilegal kepada masyarakat. Masyarakat tergiur oleh iming-iming dan janji hasil investasi yang tinggi, tapi kurang memperhatikan dan memahami tingkat risikonya. Aspek legalitas lembaga yang menawarkan produk kurang diperhatikan, tertutup oleh janji hasil yang tinggi yang sering kali tidak logis.
Masyarakat harus waspada semenjak dini, jika akan melakukan investasi. Jangan sampai karena ingin cepat menghasilkan keuntungan, tapi melupakan keamanan dananya. Satgas Waspada Investasi selalu menekankan satu jargon bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi, yakni, “Legal dan Logis”.