Ilustrasi hilirisasi. (dok. MIND ID)
Dalam sejumlah fakta yang terangkum dalam studi Koaksi Indonesia menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam penerapan hilirisasi. Tingkat kemiskinan di daerah penghasil nikel cenderung stagnan bahkan di dua daerah, yaitu Halmahera Selatan dan Konawe cenderung meningkat.
Kemudian adanya dampak kerusakan lingkungan, seperti deforestasi dan pencemaran lingkungan serta dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja dan masyarakat menjadi tantangan yang membutuhkan perhatian besar dari pemerintah.
Manajer Riset dan Pengelolaan Pengetahuan Koaksi Indonesia Ridwan Arif menyoroti tiga faktor yang menjadi alasan mengapa hilirisasi belum bisa dikatakan sebagai green jobs.
“Ternyata, masih panjang konteks pekerjaan hijau dalam hilirisasi. Dalam hilirisasi ini, masih banyak hal yang belum terpenuhi untuk dapat dikatakan green jobs. Misalnya, lemahnya perlindungan pekerja, dampak sosial kepada masyarakat, dan praktiknya yang masih banyak menimbulkan kerusakan lingkungan," kata Ridwan.
Ia menegaskan, apabila pemerintah serius berkomitmen terhadap pelestarian lingkungan hidup, sebagai prioritas ke-11 dari 17 program prioritas Pemerintahan Prabowo-Gibran, kebijakan hilirisasi nikel sudah seharusnya lebih berorientasi pada keberlanjutan lingkungan.