Potret warga antri gas LPG 3 kg di kawasan Palmerah, Jakarta Barat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Selain itu, Rizki juga menyoroti praktik pembelian LPG 3 kg dalam jumlah berlebihan yang berpotensi menyebabkan kelangkaan di pasaran. Ia menegaskan, subsidi energi harus dikelola secara bijak agar tidak terjadi penimbunan atau penggunaan yang tidak sesuai peruntukannya.
“Kami memahami bahwa LPG 3 kg adalah kebutuhan pokok bagi masyarakat menengah ke bawah. Oleh karena itu, kami mendorong pemerintah untuk memastikan distribusinya lebih tertata, termasuk dengan sistem pencatatan yang lebih transparan,” jelas dia.
Selain itu, PB HMI juga menyoroti maraknya praktik pengoplosan LPG 3 kg ke dalam tabung LPG 12 kg yang kemudian dijual dengan harga non-subsidi. Menurut Rizki, praktik ilegal ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga membahayakan masyarakat karena sering dilakukan tanpa standar keamanan yang memadai.
“Kami meminta pemerintah untuk bertindak tegas terhadap pelaku pengoplosan LPG 3 kg. Selain merugikan subsidi negara, praktik ini juga berisiko tinggi bagi keselamatan masyarakat,” tegasnya.
Di sisi lain, Rizki tak memungkiri, pemerintah telah menunjukkan komitmen dalam memperbaiki distribusi LPG 3 kg, seperti dengan wacana penerapan sistem digitalisasi dan pencatatan berbasis data. Namun, ia menekankan, pengawasan di lapangan tetap menjadi kunci utama keberhasilan kebijakan ini.