Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi grafik (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi grafik (IDN Times/Arief Rahmat)

Intinya sih...

  • IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 3,3% pada 2025 dan 2026, dengan inflasi menurun menjadi 4,2% tahun ini dan 3,5% tahun depan.
  • AS diproyeksikan tumbuh lebih kuat dari sebelumnya, sementara Eropa hanya tumbuh moderat. China diprediksi tumbuh 4,5% tahun depan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global di angka 3,3 persen pada 2025 dan 2026. Potensi tersebut dinilai sejalan dengan pelemahan pertumbuhan yang signifikan sejak sebelum pandemik.

IMF juga memperkirakan inflasi global akan menurun menjadi 4,2 persen tahun ini dan 3,5 persen pada tahun depan. Penurunan inflasi mendekati target bank sentral, membuka peluang untuk normalisasi kebijakan moneter yang lebih lanjut.

"Hal ini membantu mengakhiri gangguan global beberapa tahun terakhir, termasuk pandemi dan invasi Rusia ke Ukraina, yang memicu lonjakan inflasi terbesar dalam empat dekade," tulis IMF dalam laporannya, dikutip Sabtu (18/1/2025).

1. Perbedaan pertumbuhan ekonomi antarnegara makin melebar

Ilustrasi grafik (IDN Times/Arief Rahmat)

IMF mengungkapkan, meskipun prospek pertumbuhan global tidak banyak berubah, perbedaan kinerja ekonomi antar negara semakin tajam. Amerika Serikat (AS) diproyeksikan tumbuh lebih kuat dari perkiraan sebelumnya.

"Proyeksi pertumbuhan AS untuk tahun ini kami tingkatkan sebesar 0,5 poin persentase menjadi 2,7 persen," tuturnya.

Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa diprediksi hanya tumbuh moderat, dari 0,8 persen menjadi 1 persen pada 2024. Kendala utama, meliputi lemahnya momentum di sektor manufaktur, rendahnya kepercayaan konsumen, serta dampak negatif harga energi yang masih jauh lebih tinggi dibandingkan AS.

Di negara berkembang, proyeksi pertumbuhan tetap stabil pada 4,2 persen tahun ini, dan 4,3 persen tahun depan. IMF mencatat meski ketidakpastian perdagangan dan kebijakan menekan permintaan, aktivitas ekonomi diperkirakan membaik seiring meredanya tekanan ini.

"Termasuk di China, di mana kami memproyeksikan pertumbuhan 4,5 persen tahun depan, naik 0,4 poin persentase dari perkiraan sebelumnya," tulis IMF.

IMF menyoroti sebagian perbedaan itu bersifat siklus. Ekonomi AS beroperasi di atas potensinya, sementara Eropa dan China masih berada di bawah. Namun, faktor struktural seperti produktivitas yang lebih kuat di AS, terutama di sektor teknologi menjadi penyebab utama kesenjangan yang lebih mendalam.

2. Ketidakpastian kebijakan ekonomi tetap tinggi

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)

IMF menyatakan, ketidakpastian kebijakan ekonomi global masih tinggi, seiring banyaknya pemerintah baru yang terpilih pada 2024. Proyeksi IMF mencakup dampak perkembangan pasar terkini dan ketidakpastian perdagangan, meskipun bersifat sementara.

"Namun kami tidak membuat asumsi terkait perubahan kebijakan yang masih dalam perdebatan publik," tulis IMF.

Dalam jangka pendek, IMF memperingatkan risiko dapat memperburuk perbedaan ekonomi antar kawasan. Eropa berpotensi melambat lebih dari yang diperkirakan jika kekhawatiran investor terhadap keberlanjutan utang publik meningkat di negara-negara yang rentan.

Di China, lemahnya respons fiskal dan moneter dapat menjerumuskan ekonomi ke dalam jebakan stagnasi utang-deflasi.

"Sementara itu, kebijakan baru di AS cenderung meningkatkan inflasi dalam jangka pendek, yang dapat memperumit kebijakan moneter," tulis IMF.

3. Diperlukan reformasi berani dan penguatan multilateral

ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

IMF menilai berbagai risiko dapat memperbesar perbedaan antar ekonomi global. Dalam jangka menengah, dampak positif dari kebijakan fiskal AS mungkin memudar atau berbalik jika kerentanan fiskal meningkat.

Lembaga tersebut juga menegaskan perlunya reformasi struktural yang berani untuk mengatasi perbedaan, seperti optimalisasi alokasi sumber daya, peningkatan pendapatan pemerintah, serta stimulasi inovasi dan persaingan. Selain itu, IMF menyerukan penguatan institusi multilateral untuk mendukung terciptanya ekonomi global yang tangguh dan berkelanjutan.

"Kebijakan sepihak seperti tarif atau subsidi jarang membawa perbaikan yang tahan lama dan dapat merugikan mitra dagang serta memicu tindakan balasan yang merugikan semua pihak," sebut IMF.

Editorial Team