Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

IMF Ramal Pertumbuhan Ekonomi Era Prabowo Mandek di 5 Persen

Ilustrasi menabung (IDN Times/Sukma Shakti)
Intinya sih...
  • IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap di level 5,1 persen hingga 2029. 
  • Proyeksi ini membuat target pertumbuhan ekonomi 8 persen oleh Prabowo-Gibran sulit tercapai. 
  • Proyeksi produk domestik bruto (PDB) RI tumbuh di level 5 persen pada tahun ini, lebih rendah dari target APBN 2024. 

Jakarta, IDN Times - Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan berada di level 5,1 persen pada 2025 hingga 2029 atau era terakhir Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Dengan proyeksi ini artinya impian Prabowo-Gibran untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen pun cukup sulit tercapai. Hal ini terungkap dalam World Economic Outlook edisi Oktober 2024 dengan judul 'Policy Pivot, Rising Threats'. 

"Di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang, gangguan pada produksi dan pengiriman komoditas terutama minyak, konflik, kerusuhan sipil dan peristiwa cuaca ekstrem telah menyebabkan revisi ke bawah pada prospek untuk Timur Tengah dan Asia Tengah, serta Afrika sub-Sahara," tulis laporan tersebut, dikutip Kamis (24/10/2024).

1. Pertumbuhan ekonomi tahun ini diproyeksi mentok di 5 persen

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)

Secara lebih rinci, IMF memprediksi produk domestik bruto (PDB) RI tumbuh di level 5 persen pada tahun ini. Proyeksi ini pun lebih rendah dibandingkan target dalam APBN 2024 sebesar 5,2 persen (year on year/yoy). 

Lebih lanjut, IMF juga memperkirakan inflasi Indonesia tetap terkendali di level 2,3 persen pada 2024, dan 2,5 persen pada 2025. Kemudian, neraca transaksi berjalan masih akan defisit hingga 2029.

IMF memproyeksikan defisit sebesar 7,4 persen  dari produk domestik bruto (PDB), pada 2025 defisit 6,5 persen dari PDB, dan pada 2029 defisit 4,4 persen dari PDB.

2. Ekonomi global diperkirakan lebih stabil di tahun ini dan tahun depan

ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Pertumbuhan global diperkirakan akan tetap stabil namun mengecewakan, karena masih akan bertahan di level 3,2 persen pada tahun 2024 dan 2025. Proyeksi pertumbuhan hampir tidak berubah dari proyeksi pada Juli 2024 dan April 2024.

Namun ada peningkatan proyeksi ekonomi untuk Amerika Serikat yang telah direvisi naik menjadi 2,8 persen atau naik 0,2 poin lebih tinggi dari perkiraan Juli. Hal ini ditopang oleh konsumsi dan investasi nonperumahan. Proyeksi ekonomi Negeri Paman Sam ini pun lebih tinggi dibandingkan negara maju lainnya. 

"Demikian pula, di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang ada risiko  gangguan pada produksi dan pengiriman komoditas terutama minyak, konflik, kerusuhan sipil, dan peristiwa cuaca ekstrem telah menyebabkan revisi ke bawah pada prospek Timur Tengah dan Asia Tengah serta Afrika," ungkap IMF. 

Di sisi lain, negara berkembang di kawasan Asia mengalami lonjakan permintaan untuk  semikonduktor dan elektronik, yang didorong oleh investasi signifikan dalam kecerdasan buatan, telah meningkatkan pertumbuhan.

"Perkiraan terbaru untuk pertumbuhan global lima tahun dari sekarang pada 3,1 persen atau tetap biasa-biasa saja dibandingkan dengan rata-rata sebelum pandemi. Hambatan struktural yang terus-menerus seperti penuaan populasi dan produktivitas yang lemah menahan potensi pertumbuhan di banyak negara," ungkap IMF.

3. Inflasi global diperkirakan turun menjadi 5,8 persen tahun ini

ilustrasi permintaan barang meningkat akibat inflasi (Freepik.com/ilixe48)

Sementara itu, inflasi utama global diperkirakan akan turun dari rata-rata tahunan sebesar 6,7 persen pada 2023 menjadi 5,8 persen pada tahun ini dan menurun di tahun depan menjadi 4,3 persen. 

"Negara-negara maju kembali ke target inflasi mereka lebih cepat daripada negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang. Karena disinflasi global terus berlanjut, secara umum sejalan dengan garis dasar, hambatan dalam perjalanan menuju stabilitas harga masih mungkin terjadi," ucap IMF.

Sementara itu, risiko terhadap prospek global cenderung menurun di tengah ketidakpastian kebijakan yang tinggi, bahkan volatilitas pasar keuangan seperti yang dialami pada awal Agustus dapat memperketat kondisi keuangan dan membebani investasi dan pertumbuhan, terutama di negara-negara berkembang di mana kebutuhan pembiayaan eksternal jangka pendek yang besar dapat memicu arus keluar modal dan tekanan utang. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us