Ekonom INDEF: Maskapai Asing Tingkatkan Defisit

Ada indikasi praktik monopoli kartel

Jakarta, IDN Times - Ide mengundang maskapai asing untuk mengendalikan harga tiket pesawat dinilai tidak tepat. Ekonom INDEF Didik J Rachbini mengatakan akar masalah terletak pada indikasi praktik monopoli kartel.

"Sehingga jika mengundang maskapai asing juga tidak akan menyelesaikan masalah," ungkap Didik.

1. Maskapai asing akan merugikan pasar dalam negeri

Ekonom INDEF: Maskapai Asing Tingkatkan DefisitIDN Times/Holy Kartika

Menurut Didik, langkah mengundang maskapai asing adalah jalan instan atau cara eskapis menyerah karena tidak mempunyai strategi kebijakan dan pengembangan kelembagaan persaingan yang sehat. Maskapai asing masuk ke dalam negeri akan sangat merugikan pihak Indonesia, terutama pasar dalam negeri.

"Jika pertimbangan kebijakan hanya satu sisi dan mengorbankan sisi yang lain, maka perkiraan saya bisa merugikan ekonomi nasional dalam jangka panjang. Kita tidak mendapat kesempatan untuk membangun industri dan pelaku usaha yang sehat jika solusinya gegabah hanya dengan cara mengundang maskapai asing tapi melupakan akar masalahnya," ungkapnya.

Baca Juga: Tiket Pesawat Mahal, Kunjungan ke Danau Toba Terpengaruh 

2. Defisit jasa dan defisit neraca berjalan nasional akan meningkat

Ekonom INDEF: Maskapai Asing Tingkatkan DefisitIDN Times/Holy Kartika

Kerugian tersebut, lanjut dia, akan terlihat pada akumulasi pendapatan primer Indonesia yang lebih meningkatkan defisit jasa dan defisit neraca berjalan nasional. Menurut Didik, ini adalah masalah krusial. Sudah hampir setengah abad dan defisit itu memburuk selama 4 tahun terakhir ini.

"Jika cara kebijakan ini dilakukan, pemerintah telah membangun pondasi ekonomi yang rapuh ke depan. Kerugian masa depan akan jauh lebih besar jika pemerintah menjalankan kebijakan instan yang gegabah seperti ini," kata dia.

3. Pasar dalam negeri akan dinikmati asing

Ekonom INDEF: Maskapai Asing Tingkatkan DefisitIDN Times/Gregorius Aryodamar P

Didik mengatakan, pasar industri penerbangan nasional adalah pasar sangat besar dan berpeluang menjadi pasar yang sehat, pelaku bersaing dan efisien, serta berakhir pada kesejahteraan masyarakat. Pasar yang besar ini adalah modal ekonomi nasional yang harus dikelola dengan sentuhan kebijakan yang tepat sehingga tidak merugikan secara nasional.

"Selama ini industri penerbangan sudah bersaing secara sehat selama dua dekade dan itu menandakan industri kita mampu lebih baik dari negara-negara lain. Jika pasar dibuka secara gegabah, banyak kerugian yang akan diperolah di mana manfaat pasar dalam negeri yang besar akan dinikmati asing," kata Didik.

4. Mekanisme harga disinkronisasi secara duopoli oleh pelaku usaha

Ekonom INDEF: Maskapai Asing Tingkatkan DefisitIDNTimes/Holy Kartika

Selama dua dekade terakhir, kata Didik, kebijakan industri penerbangan dan pengelolaan persaingan yang sehat berjalan dengan baik dimulai tahun 2000. Saat ini, indikasi penyakit kartel monopoli kumat kembali. Hal itu terlihat dari mekanisme harga yang disinkronisasi secara duopoli oleh pelaku usaha.

"Hal yang paling penting diketahui bahwa industri penerbangan adalah industri yang melakukan praktik kartel sebelum tahun 2000 dan harga tiket yang terjadi pada waktu itu mahal. KPPU melarang kartel dan pelaku penerbangan melakukan persaingan sehingga setelah tahun 2000 sampai 2018 industri ini bersaing ketat dan harga tiket bersaing dan murah," ungkapnya.

5. Harga tiket kembali mahal akibat indikasi kartel

Ekonom INDEF: Maskapai Asing Tingkatkan DefisitANTARA FOTO/Wira Suryantala

Setelah tahun 2018, lanjutnya, harga tiket kembali mahal dengan pelaku usaha yang duopoli terjadi indikasi praktik kartel, namun dibiarkan berjalan. Di situ lah akar masalahnya. Menurut Didik, industri penerbangan nasional selama dua dekade bisa dan pernah bersaing secara sehat serta dikelola dengan kebijakan yang baik.

"Tetapi sekarang kembali lagi ke periode sebelum tahun 2000 di mana praktik kartel berjalan, justru didukung penuh dan diridhoi oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan," ungkapnya.

Baca Juga: Tiket Pesawat Mahal Bisa Pengaruhi Okupansi Hotel di Yogyakarta

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya