Harga Masker Melonjak, Perlindungan Terhadap Konsumen Minim

Harga sekotak masker melonjak hingga Rp1,7 juta

Jakarta, IDN Times - Melonjaknya harga masker dinilai tidak sejalan dengan perlindungan konsumen. Tindakan panic buying atau berbelanja dalam jumlah besar terjadi setelah Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengumumkan dua WNI terinfeksi virus corona. Masyarakat pun panik dan berbelanja kebutuhan makanan, obat-obatan, vitamin, hand sanitizer serta masker.

"Akibat tingginya permintaan, harga masker melonjak tajam hingga beberapa kali lipat," jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti dalam keterangannya, Selasa (3/3).

1. Hak-hak konsumen terabaikan

Harga Masker Melonjak, Perlindungan Terhadap Konsumen MinimSalah satu apotek di Kota Banda Aceh yang mengalami habis masker (IDN Times/Saifullah)

Ira menjelaskan, fenomena itu merupakan tindakan mengeksploitasi kebutuhan konsumen dengan mengambil untung berlebihan. Selain itu, penimbun masker juga berpotensi melanggar UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Hak-hak konsumen pun terabaikan.

“Perilaku menimbun barang untuk mengambil keuntungan di luar kewajaran tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar etika bisnis. Dalam sisi hukum, pedagang melanggar Pasal 107 di UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan dapat dipidanakan paling lama lima tahun dan/atau denda lima puluh miliar rupiah,” terang Ira.

2. Harga sekotak masker melonjak hingga Rp1,7 juta

Harga Masker Melonjak, Perlindungan Terhadap Konsumen MinimSalah satu apotek di Kota Banda Aceh yang mengalami habis masker (IDN Times/Saifullah)

Setelah pengumuman WNI positif virus corona, harga sekotak masker bisa mencapai Rp1,7 juta di toko online  yang diakibatkan lonjakan permintaan. Ira berpendapat, ini merupakan saat yang tepat untuk konsumen agar mengerti hak-hak mereka. Bagi konsumen yang merasa dirugikan, mereka bisa melakukan laporan pengaduan pada Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Menurut Ira, BPKN dapat menjadi pengaduan masyarakat sebagai dasar rekomendasi pada pemerintah atau kementerian terkait sehingga hal-hal seperti ini tidak terulang lagi. Selain itu, tindakan pelaku usaha untuk menaikkan harga tidak akan memberikan reputasi positif pada usahanya.

"Sebaliknya, dapat menghambat usaha mereka di masa yang akan datang karena kekecewaan konsumen," kata Ira.

3. Konsumen bisa melapor pada lembaga-lembaga perlindungan konsumen

Harga Masker Melonjak, Perlindungan Terhadap Konsumen MinimMasker mulai kosong di Banda Aceh (IDN Times/Saifullah)

Ira mengatakan, pelaku usaha harus mengerti bahwa menaikkan harga ketika krisis bukan merupakan strategi berkelanjutan untuk mendorong kepercayaan konsumen. Bagi konsumen, seharusnya tidak perlu panik dan membeli secukupnya. Sebab, produsen dalam negeri sedang meningkatkan produksi untuk memenuhi lonjakan permintaan.

"Sudah saatnya konsumen mengetahui dan mempelajari hak-haknya,” ujarnya.

Selain melalui BPKN, konsumen juga dapat melaporkan ini kepada lembaga-lembaga terkait seperti asosiasi pedagang dan produsen maupun Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Konsumen bisa mempelajari hak-haknya, baik melalui UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maupun UU Nomor 7 Tahun Tahun 2014. Terdapat pula peraturan pemerintah dan turunannya seperti PP Nomor 59 Tahun 2001 tentang LPKSM dan PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elekronik bagi konsumen online.

Harga Masker Melonjak, Perlindungan Terhadap Konsumen Minim(IDN Times/Sukma Shakti)

Baca Juga: Virus Corona Masuk Indonesia, 4 Orang di Balikpapan Diobservasi

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya