Garuda Berharap Tarif Batas Atas Tiket Pesawat Direview, Ini Alasannya
Intinya Sih...
- Direktur Utama Garuda Indonesia berharap Kemenhub meninjau ulang tarif batas atas tiket pesawat sesuai dengan perubahan kondisi eksternal lima tahun terakhir.
- Komponen yang memberi pengaruh besar terhadap biaya maskapai adalah nilai tukar atau kurs, dan harga avtur yang fluktuatif.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra berharap Kementerian Perhubungan (Kemenhub) meninjau ulang tarif batas atas (TBA) tiket pesawat. Hal ini sejalan dengan perubahan kondisi eksternal lima tahun terakhir.
Dia mengatakan, ada dua komponen yang memberi pengaruh besar terhadap biaya (cost) dan menjadi tantangan semua maskapai. Kedua komponen itu, yakni nilai tukar atau kurs (exchange rate), dan harga avtur yang fluktuatif.
"Oleh sebab itu, kita juga lagi diskusi sama Kemenhub untuk mohon juga di-review, dilihat TBA ini," kata Irfan di TMII, Jakarta, dikutip dari ANTARA, Minggu (12/5/2024).
"Artinya, jangan TBA selama lima tahun tidak naik. Ini exchange rate dibanding lima tahun lalu berapa, harga avtur dibandingkan lima tahun lalu berapa?" imbuhnya.
Baca Juga: Bos Garuda Indonesia Ungkap Progress Merger Citilink dan Pelita Air
1. Dikhawatirkan maskapai akan hadapi masalah jika TBA tiket tidak naik
Irfan khawatir jika tarif batas atas tiket pesawat tidak kunjung berubah atau tidak naik sejak ditetapkan pada 2019, semua maskapai akan menghadapi permasalahan serupa.
"Usulan kita lebih fleksibel terhadap kondisi eksternal. Exchange rate maupun harga avtur kan kita tidak bisa kontrol. Kita juga tidak bisa minta Pertamina untuk terus-terusan kasih diskon, bukan begitu caranya kan," tutur dia.
Baca Juga: Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Dipertanyakan, Begini Respons Luhut
2. INACA usul harga tiket pesawat diserahkan ke mekanisme pasar
Editor’s picks
Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) pada November 2023 lalu sempat mengusulkan kepada pemerintah agar meniadakan tarif batas atas tiket pesawat. Sebagai gantinya, harga tiket pesawat diserahkan kepada mekanisme pasar.
Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja saat itu mengatakan bahwa tren dan dinamika industri penerbangan saat ini tidak terlepas dari harga avtur dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kedua faktor tersebut sulit untuk dikontrol oleh industri.
Kendati demikian, Kemenhub menyatakan bahwa tarif batas atas tiket pesawat didasarkan pada Undang-Undang (UU) Penerbangan. Apabila terdapat usulan untuk menghapuskan TBA, maka harus melalui revisi UU terlebih dahulu.
Adapun UU tersebut, salah satunya bertujuan untuk melindungi konsumen agar tidak dibebani biaya-biaya di luar kewajaran.
3. Kinerja Garuda Indonesia
Sementara itu, meski menghadapi berbagai tantangan, Garuda Indonesia menargetkan pendapatan terus bertumbuh pada tahun ini.
Pendapatan usaha secara grup dalam tiga bulan pertama tahun ini melonjak 18,07 persen menjadi 711,98 juta dolar AS dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
dan meski masih mencatatkan rugi pada kuartal I 2024, namun menurun. Rugi bersih tercatat sebesar 86,82 juta dolar AS, susut 21,10 persen dibandingkan kuartal I 2023 sebesar 110,04 juta dolar AS.
Garuda Indonesia pada tahun ini menargetkan penguatan armada dengan penambahan delapan pesawat yang akan datang secara bertahap. Kedelapan pesawat tersebut, terdiri atas empat narrow body jenis Boeing 737-800NG dan empat wide-body yang terdiri dari jenis Boeing 777-300ER, serta Airbus 330-300.
"Kami rencana mau tambah delapan (pesawat) tahun ini, tapi masih belum (realisasi). Ini (penambahan pesawat) sewa, masuknya di (alokasi) opex (operating expenditure/pengeluaran untuk biaya operasional)," tutur Irfan.