Penampakan depan kantor Bea Cukai Tanjung Emas. IDN Times/Fariz Fardianto
Dalam permasalahan plastik, Sri Mulyani menjabarkan bahwa ada 3 instrumen yang dapat digunakan untuk membenahi permasalahan plastik. Pertama adalah pelarangan. Hal ini sudah dilakukan oleh 22 kota di Indonesia dengan Banjarmasin menjadi kota yang pertama kali memulai pelarangan plastik.
Namun masalahnya, ada kesulitan penegakan hukum serta resistensi pengusaha karena sama sekali tidak boleh memproduksi kantong plastik menjadi kendala.
Kedua adalah instrumen pungutan yang dilakukan melalui non-APBN seperti yang sudah ditetapkan beberapa toko. "Itu biasanya berdasarkan perda atau policy di toko yang ingin menunjukkan bahwa mereka concern. Jadi kebijakan dilakukan individu atau pengusaha sendiri akibat tidak ada keseragaman dan kita tidak jelas pertanggungjawaban penerimaan," katanya
Ketiga adalah pengenaan cukai yang dinilai akan menciptakan keseragaman pelaksanaan di wilayah Indonesia. Sehingga tarif menjadi jelas, ada pertanggungjawaban hingga mekanisme kontrol serta penegakan hukum.
"Karena kemampuan Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk enforce cukai ini punya track record dari cukai rokok berhadapan dengan ilegal rokok maupun MMEA. Kita dengan instrumen ini berharap, produsen bertahap punya opsi produksi barang barang yang lebih ramah lingkungan. Karena nanti kita bedakan tarifnya yang ramah lingkungan cukai jauh lebih kecil dan bahkan tidak ada," ujar dia.