Kisah Sukses Abah Umar Bisnis Kuliner di Saudi, Pernah Tidur di Kolong

Intinya sih...
Abah Umar merantau ke Jakarta hingga tidur di kolong jembatan, mengalami masa sulit dan mencari ilmu pesugihan.
Ikut MasterChef Indonesia, merantau ke luar negeri, dan berhasil mendirikan restoran di Arab Saudi dengan menu khas Nusantara.
Suka berbagi dengan orang lain, memiliki bisnis pisang goreng tanduk crispy di Jakarta, dan bercita-cita menjadi penyedia katering jemaah haji.
Madinah, IDN Times - Abah Umar tengah sibuk memasak di dapur, dibantu beberapa asistennya saat kami menyambangi restorannya, akhir Juni lalu. Abah yang memakai Thobe atau jubah hitam dan topi koki itu menyapa kami dengan ramah.
Abah Umar kembali ke dapur, melanjutkan memasak untuk kami. Sesekali ia menginstruksikan asistennya dan menyajikan langsung beberapa makanan yang sudah siap santap di meja kami. Tak ada rasa sungkan sedikit pun meski ia sebagai seorang bos restoran.
Beberapa pelanggannya yang merupakan mukimin atau warga Indonesia yang tinggal di Saudi, mondar-mandir ke dapur. Mereka umumnya mahasiswa atau pekerja yang sudah seperti keluarga. Mereka biasa ambil sendiri makanan ke dapur.
Mohammad Sarwono Thoyyibi Al Akhir atau lebih dikenal Abah Umar adalah pemilik Medina Asian Restaurant. Restoran ini tak jauh dari Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi. Tim Media Center Haji (MCH) 2025 berkesempatan mengunjungi restoran ini.
Abah Umar merupakan seorang perantau asal Cilacap, Jawa Tengah, yang kini sukses mengibarkan bisnis kuliner Indonesia di Tanah Suci. Restorannya menyajikan beragam masakan khas Nusantara, mulai dari rendang, pecel, bakso, terong balado, ikan asin, lodeh kangkung, tempe, bakwan, sambal goreng, hingga pisang tanduk crispy.
Di restoran berkonsep indoor itu, dinding-dindingnya dipenuhi foto Abah Umar bersama pejabat, politikus, hingga publik figur ternama. Mulai Raffi Ahmad, Nagita Slavina, Anies Baswedan, Ahmad Dhani, hingga Panglima TNI Agus Subiyanto.
Meski sudah mapan dengan belasan cabang restoran di Arab Saudi, Abah Umar tetap cekatan turun langsung ke dapur, membuktikan bahwa passion memasaknya tak pernah luntur.
Medina Asian Restaurant punya dua ruang utama. Satu ruangan utama dipenuhi meja-meja kecil yang bisa digunakan untuk makan bersama empat hingga orang. Di ruangan lain, terdapat meja panjang dan kursi-kursi yang bisa menampung untuk rombongan atau acara khusus.
1. Merantau ke Jakarta hingga tidur di kolong jembatan
Sebelum sukses berbisnis kuliner di Arab Saudi, Abah Umar melewati masa-masa sulit. Ia merantau ke Jakarta. Di ibu kotalah dia pertama mengenal dunia kuliner, persisnya saat era booming warung Tegal alias Warteg di Jakarta pada 1989-an.
Kala itu, Umar remaja yang hidup serba kekurangan bekerja membantu di warteg-warteg sederhana. Bahkan ia tidur di kolong jembatan, lantaran penghasilan tak lebih dari Rp30 ribu sebulan.
”Dulu saya pernah tidur di kolong jembatan, di Kebayoran Lama,” kenang Abah Umar, saat berbincang dengan tim MCH.
Di tengah berbagai kesulitan itu, Abah Umar mulai mengamati cara memasak, menyajikan makanan, dan melayani pelanggan. Dari sana, perlahan tumbuh minatnya untuk belajar lebih dalam. Namun, pendapatan yang sangat kecil itu menyulitkan langkahnya. Pria kelahiran 18 Agustus 1974 itu mengaku pernah mengais rezeki dari belas kasih orang, tidur beralaskan kardus, dan makan seadanya.
Tak hanya itu, saking inginnya bebas dari kesulitan itu, Abah Umar juga sempat tergoda mencari ilmu pesugihan di Banten pada 1997-an. Tapi tak juga berhasil.
”Saking miskinnya, saya sampai dikira orang gila,” ucap Abah Umar, dengan mata berkaca-kaca.
2. Ikut MasterChef Indonesia
Suatu hari, Abah Umar lantas bertemu seorang guru agama yang mengajaknya nyantri. Sang guru memberikan petuah, jika ingin berhasil maka Umar harus mengubah diri menjadi lebih baik. Ketekunan belajar agama dan tetap berkecimpung di kuliner itu akhirnya membuahkan hasil. Ekonominya mulai membaik ketika dia bekerja di sebuah restoran Jakarta.
Kemampuannya memasak juga semakin meningkat. Hingga pada 2011, Abah Umar ikut MasterChef Indonesia season 1, meski tidak dilanjutkan sampai selesai. Sang bos restoran tidak mengizinkan. Tak hanya ke Jakarta, Abah Umar juga merantau ke luar negeri. Dia melanglang ke Singapura, Abu Dhabi, hingga ke Arab Saudi pada 2014.
Pertama merantau di Makkah pun tidak berjalan mulus. Umar bekerja serabutan. Bahkan, ia nyaris putus asa dan ingin kembali ke Tanah Air. Abah Umar akhirnya pindah ke Madinah. Di Kota Nabi Umar mulai merintis dengan membuka warung makan kecil-kecilan, hingga akhirnya berhasil mendirikan restoran.
Kini, Abah Umar punya enam restoran di Makkah, Riyadh, dan Madinah. Di Madinah, Abah Umar punya dua restoran bernama Medina Asian Restaurant. Restoran pertama berada di kawasan Bukit Uhud, dan kedua dekat Masjid Nabawi yang belum genap satu tahun.
Selain masakan khas Nusantara, pisang goreng tanduk crispy jadi menu favorit para pelanggan. Pisang tanduknya khusus diimpor dari India, sementara bumbu-bumbu khas Indonesia langsung diimpor dari tanah air, demi menjaga kualitas rasa.
"Pisang tanduk dari India lebih mudah dan murah," ujar Abah Umar.
3. Suka berbagi dengan orang lain
Restoran di Madinah kini bisa menghasilkan sekitar 300 ribu riyal per bulan atau setara dengan Rp1,3 miliar. Namun, kesuksesan itu sama sekali tak membuat Abah Umar jemawa, justru ia semakin giat berbagi.
”Saya dulu gak punya apa-apa. Jadi saya tahu rasanya,” katanya.
Restorannya juga sering jadi tempat makan gratis bagi orang Indonesia yang sedang kesulitan di Madinah. Bagi Umar, kekayaan sejati bukan sekadar omzet besar, tetapi tentang seberapa banyak manfaat yang bisa ia salurkan kepada orang lain.
Selain di Madinah, Abah Umar juga punya bisnis Pisang Goreng Tanduk Crispy di Bintaro, Jakarta Selatan, yang kini berkembang hingga 26 outlet.
Kunci besarnya untuk menggaet pelanggan di restorannya cuma dua, selain citra rasa juga melayani dengan sepenuh hati. "Memperlakukan pelanggan seperti keluarga, melayani benar-benar dengan hati," ujar Abah Umar.
4. Ingin wafat di Tanah Suci dan penyedia katering jemaah haji
Salah satu mimpi Abah Umar terbesarnya adalah ingin menjadi penyedia katering jemaah haji Indonesia. Dia telah mengamati seluk-beluknya dan bercita-cita bisa menyediakan makanan yang lebih layak, lebih nikmat, dan lebih manusiawi kepada jemaah haji.
”Saya ingin bikin dapur sendiri, mudah-mudahan terlaksana,” ujarnya.
Keinginan Abah Umar lainnya adalah memboyong keluarganya ke Madinah, dan wafat di Tanah Suci.
”Saya ingin wafat di sini,” katanya, dengan mata berkaca-kaca.
5. Mengobati rasa rindu masakan Nusantara dan ramah di kantong
Ahmad Wildan, mahasiswa Indonesia yang sedang belajar S1 di Universitas Islam Madinah, salah satu pelanggan Medina Asian Restaurant. Hampir setiap pekan ia bersama teman-temannya menyambangi restoran yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Masjid Nabawi ini.
Bebek goreng sambal hijau jadi menu favorit Mahasiswa asal Palu, Sulawesi Tengah itu. Setiap kali rindu masakan Indonesia, ia bersama teman-temannya pun berkunjung ke restoran ini.
"Makan di sini tuh nostalgia banget, karena citra rasanya gak beda jauh dengan masakan khas Nusantara," ujar Wildan.
Wildan dan teman-temannya juga menilai Abah Umar sudah seperti keluarga. Setiap ada acara, Abah Umar pun mengundangnya.
"Kita sudah akrab banget dengan Abah Umar, setiap ada acara kita selalu diundang, termasuk pada saat launching restoran ini," ujarnya.