Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyoroti salah satu kontributor dari maraknya truk overdimension overload (ODOL) di Indonesia adalah karena para pengemudi truk yang tidak terdidik dengan baik dan benar.
Hal itu tentunya berbanding terbalik dengan kondisi di angkutan lainnya seperti pesawat yang membutuhkan mekanisme sertifikasi seorang pilot, mulai dari proses belajar untuk memperoleh Student License Pilot . Kemudian saat diizinkan membawa pesawat pribadi melalui Private License Pilot dan setelah terbang 1.500 jam, baru boleh ikut sertifikasi untuk dapat Commercial License Pilot.
Setelah dapat sertifikat license, pilot tidak serta merta bisa menerbangkan semua pesawat. Mereka mesti memperoleh sertifikat untuk setiap jenis pesawat yang akan diterbangkan karena setiap pesawat beda merk, beda tipe, dan teknologinya bisa berbeda.
Demikian juga di kapal, bagaimana seorang nakhoda harus memperoleh sertifikasi melalui ANT 5 sampai dengan ANT 1. Hal sama berlaku untuk masinis kereta. Mereka semua yang mengendalikan alat transportasi benar benar dipersiapkan untuk dapat memahami alat transportasinya, lintasan serta bahaya bahaya yang akan dihadapinya.
"Selama 20 tahun lebih, di Indonesia belum pernah ada sekolah mengemudi bagi pengemudi bus dan truk. Sementara kendaraan-kendaraan itu memiliki merek, tipe dan teknologi yang berbeda beda," tutur Plt Ketua Subkomite Lalu Lintas Angkutan Jalan KNKT, Ahmad Wildan dalam catatannya kepada IDN Times, Minggu (4/5/2025).
"Sistem rem saja ada yang hidrolik, pneumatic maupun kombinasi keduanya. Belum lagi teknologinya sekarang bukan lagi otomotif, melainkan sudah bridging ke ototronik dan mekatronik dan sebentar lagi electrical vehicle," sambungnya.