Ilustrasi kilang minyak (IDN Times/Arief Rahmat)
Kejagung menyebutkan perusahaan yang mengekspor CPO itu tidak memenuhi kebijakan Domestic Price Obligation (DPO) sebagai dasar kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng di dalam negeri. Namun, para perusahaan eksportir tetap mendapatkan persetujuan ekpor dari pemerintah.
Setelah dilaksanakan pemeriksaan di penyidikan, penyidik telah mengumpulkan bukti-bukti yang terdiri dari keterangan saksi (19 orang), alat bukti surat dan alat bukti elektronik, keterangan ahli, dan barang bukti berupa 596 dokumen.
Jaksa Agung RI mengatakan para tersangka, termasuk Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa bekerja sama secara melawan hukum dalam penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE), dan dengan kerja sama secara melawan hukum tersebut, akhirnya diterbitkan PE yang tidak memenuhi syarat, yaitu mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO), dan tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20 persen dari total ekspor).
Perbuatan para tersangka disebut menimbulkan kerugian perekonomian megara yaitu kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat.