Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro. (IDN Times/Triyan).

Intinya sih...

  • Dana pihak ketiga tumbuh 11,48 persen

  • Bank Mandiri sebut ada persaingan dana

  • Pelaku usaha masih menahan ekspansi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times — Bank Mandiri mencatat kredit industri pada Oktober 2025 hanya tumbuh 7,36 persen (yoy), turun dari 7,70 persen pada September. Secara year to date, kredit baru meningkat 4,96 persen, lebih rendah dibandingkan 7,04 persen pada periode yang sama tahun 2024.

Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menilai perlambatan tersebut masih sejalan dengan proyeksi bahwa pertumbuhan kredit tahun ini akan berada pada kisaran high single digit. Ia menambahkan, tren year to date menunjukkan pemulihan penyaluran kredit belum sepenuhnya kembali kuat.

“Pertumbuhan 7,36 persen ini lebih rendah dari 7,7 persen pada bulan sebelumnya, namun masih sesuai dengan proyeksi kami bahwa kredit tahun ini akan berada di high single digit. Secara year to date, pertumbuhannya 4,96 persen, sementara tahun lalu mencapai 7,04 persen,” ujar Asmo dalam Media Gathering Indonesia Macro Economic Update Bank Mandiri Kuartal IV, Kamis (4/12/2025).

1. Dana pihak ketiga tumbuh 11,48 persen

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (unsplash.com/Mathieu Stern)

Ia menjelaskan ketika pertumbuhan kredit melambat, likuiditas perbankan justru menguat. DPK tumbuh 11,48 persen (yoy), didorong oleh ekses likuiditas sektor swasta serta dukungan kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia. Rasio kredit terhadap simpanan (LDR) juga tetap stabil pada level 84,26 persen. Kondisi ini berbalik dari tahun lalu, ketika kredit tumbuh tinggi sementara DPK tertahan.

“Jika tahun lalu kredit mencatat salah satu pertumbuhan tertinggi dalam enam tahun terakhir, namun DPK justru lemah, maka tahun ini situasinya berbalik. DPK tumbuh sehat di kisaran 11 persen, sedangkan kredit relatif melambat ke sekitar 7,3 persen. Dorongan likuiditas dari pemerintah dan Bank Indonesia terlihat sangat jelas,” katanya.

2. Bank Mandiri sebut ada persaingan dana

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)

Asmo menambahkan, persaingan memperebutkan dana membuat bank mempertahankan suku bunga simpanan yang tinggi. Akibatnya, penurunan BI Rate belum sepenuhnya tersalurkan ke bunga kredit, sehingga permintaan pembiayaan masih terbatas.

Menurutnya, kondisi likuiditas yang stabil menjadi modal penting apabila belanja pemerintah dapat dipercepat sejak awal 2026. Percepatan fiskal diyakini mampu mendorong aktivitas ekonomi, meningkatkan permintaan kredit, dan memperbaiki kualitas aset perbankan.

3. Pelaku usaha masih menahan ekspansi

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (Dok. IDN Times)

Dari sisi permintaan, pelaku usaha masih menahan ekspansi dan cenderung bersikap wait and see, sehingga mengandalkan pembiayaan internal. Di sektor industri, fasilitas kredit yang telah disetujui namun belum dicairkan masih tinggi, di kisaran 25–29 persen, turut menekan pertumbuhan kredit baru.

Ke depan, Bank Mandiri melihat peluang pemulihan kredit lebih besar apabila realisasi belanja negara tidak lagi terlambat seperti pada semester I 2025.

"Dengan DPK yang kuat, LDR stabil, dan transmisi suku bunga yang mulai membaik, perbankan dinilai memiliki ruang untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih merata baik di korporasi, ritel, maupun UMKM," ungkapnya.

Editorial Team