LSM Kritik Hilirisasi RI, Bahlil Sebut Ada Negara yang Terancam

- Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan LSM asing aktif mengkritik kebijakan hilirisasi Indonesia.
- Pemerintah merancang agenda hilirisasi hingga 2040 dengan investasi mencapai 618 miliar dolar AS.
- Bahlil menegaskan hilirisasi sebagai keputusan final meskipun menghadapi tantangan, karena Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.
Jakarta, IDN Times - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengungkapkan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing aktif mengkritik kebijakan hilirisasi Indonesia.
Dia menilai kritik tersebut muncul karena negara-negara tertentu merasa terancam oleh langkah Indonesia dalam mengelola sumber daya alamnya secara mandiri, baik komoditas nikel, bauksit, maupun timah.
"Ini yang sedang ditakuti oleh beberapa negara lain selain Indonesia. Makanya sekarang banyak LSM yang mulai serang-serang Indonesia untuk menyangkut hilirisasi," kata Bahlil dalam Human Capital Summit 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Selasa (3/6/2025).
1. Pemerintah tegaskan komitmen lanjutkan hilirisasi

Pemerintah telah merancang agenda hilirisasi hingga tahun 2040 dengan kebutuhan investasi mencapai sekitar 618 miliar dolar AS, mencakup sektor minyak dan gas, mineral, batu bara, pertanian, perikanan, dan perkebunan.
"Perintah Bapak Presiden Prabowo kepada kami, dan saya sebagai Menteri ESDM, sejengkal pun saya tidak akan mundur dari tekanan-tekanan asing untuk melanjutkan apa yang menjadi program hilirisasi," paparnya.
Dia menekankan Indonesia adalah negara merdeka yang diperoleh melalui perjuangan, bukan pemberian. Karena itu, tidak ada alasan bagi negara lain untuk mengatur kebijakan dalam negeri Indonesia. Indonesia pun tidak pernah mencampuri urusan negara lain.
2. Bahlil akui program hilirisasi perlu perbaikan

Bahlil menanggapi kritik terkait kualitas nikel Indonesia yang disebut kotor oleh sejumlah pihak. Dia menyatakan nikel sebagai hasil tambang tentu memiliki kandungan tanah, dan hal tersebut wajar dalam proses penambangan.
"Banyak yang protes, katanya kotor nikel Indonesia. Saya bilang mana ada nikel yang seperti tidur di kasur empuk. Ya nikel pasti ada tanahnya lah," tuturnya.
Menurutnya, pemerintah telah memiliki peta jalan hilirisasi yang jelas dan akan terus melakukan perbaikan dalam pelaksanaannya. Sebab, tidak ada negara di dunia yang mampu menjalankan program besar tanpa menghadapi tantangan dan kekurangan.
"Kita harus melakukan perbaikan, nggak ada sebuah negara di dunia ini yang begitu melakukan satu program yang besar, tiba-tiba sempurna, nggak ada," kata Bahlil.
3. Hilirisasi nikel dongkrak nilai ekspor nasional

Bahlil menegaskan hilirisasi adalah keputusan final yang harus dijalankan meskipun menghadapi tantangan. Terlebih Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, yakni 43 persen berdasarkan data geologi AS.
"Selebihnya ya ada tetangga kita Australia, ada tetangga kita Filipina, ada sebagian di Kanada, tapi yang paling banyak negara kita," sebutnya.
Bahlil memaparkan sebelum hilirisasi diterapkan, ekspor nikel Indonesia pada 2017-2018 hanya sekitar 3,3 miliar dolar AS. Namun setelah menghentikan ekspor bijih mentah dan membangun industri dalam negeri nilai ekspor melonjak.
"(Tahun) 2023 begitu kita menyetop, membangun industri, ekspor kita sudah mencapai 34 miliar dolar AS. Dan hari ini sekarang kita salah satu negara terbesar eksportir," tambahnya.