Pasar juga merespons negatif data produktivitas manufaktur dalam negeri yang masih menunjukkan kontraksi. Itu tercermin dalam laporan S&P Global Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia yang tercatat di angka 49,2 pada Juli 2025.
"Pasar merespon negatif setelah rilis data produktivitas manufaktur kembali menunjukkan kontraksi," ujar Ibrahim.
Meski mencatat kenaikan dibanding bulan sebelumnya yang berada di level 46,9, angka tersebut tetap berada di bawah ambang batas ekspansi 50. Tren kontraksi telah berlangsung sejak April 2025 ketika PMI jatuh ke level 46,7.
Laporan S&P Global mencatat bahwa penurunan ini disebabkan oleh menurunnya output produksi, lemahnya permintaan baru, serta kembalinya pelemahan permintaan ekspor. Perusahaan juga disebut berada dalam fase pengetatan operasional, tercermin dari berkurangnya jumlah karyawan dan aktivitas pembelian.