Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi kemiskinan. (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi kemiskinan. (IDN Times/Arief Rahmat)

Intinya sih...

  • Jumlah kemiskinan terbanyak di Pulau Jawa

  • Kemiskinan paling sedikit berada di Kalimantan, dengan penurunan jumlah penduduk miskin di hampir semua wilayah.

  • Pengangguran di perkotaan didominasi laki-laki, sementara indeks kedalaman kemiskinan perdesaan tercatat turun.

Jakarta, IDN Times - Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS), Ateng Hartono, menyampaikan jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2025 masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Dominasi wilayah ini mencapai 52,66 persen dari total penduduk miskin nasional.

"Jumlah penduduk miskin masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, yakni sebanyak 12,56 juta jiwa, atau berkontribusi sekitar 52,66 persen terhadap total jumlah penduduk miskin nasional," ujar Ateng dalam Berita Rilis Statistik, Jumat (25/7/2025).

1. Jumlah kemiskinan paling sedikit berada di Kalimatan

ilustrasi kemiskinan (pexels.com/jimmychan)

Jika berdasarkan pulau, jumlah penduduk miskin paling sedikit berada di Kalimantan, yaitu sebanyak 0,89 juta orang atau sekitar 3,75 persen dari total nasional. Sementara itu, Sumatra menjadi wilayah dengan jumlah penduduk miskin terbesar kedua, yakni sebanyak 5,14 juta jiwa atau sekitar 21,56 persen dari total penduduk miskin nasional.

Berikutnya, Bali dan Nusa Tenggara mencatat angka kemiskinan sebesar 1,92 juta orang (8,03 persen), disusul Sulawesi dengan 1,85 juta orang (7,75 persen), serta Maluku dan Papua sebanyak 1,49 juta orang (6,25 persen).

Ateng menyebut hampir seluruh wilayah mengalami penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin jika dibandingkan antara Maret 2025 dan September 2024.

"Penurunan terbesar terjadi di Bali dan Nusa Tenggara, dengan penurunan sebesar 0,22 persen poin pada Maret 2025 dibandingkan September 2024. Satu-satunya pengecualian adalah Maluku dan Papua, yang justru mengalami peningkatan sebanyak 0,28 juta jiwa, atau meningkat 0,28 persen poin.

2. Pengangguran di perkotaan didominasi laki-laki

Ilustrasi Kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan data BPS, kemiskinan di perkotaan mengalami peningkatan dari 6,66 persen atau setara 11,05 juta jiwa pada September 2024 menjadi 6,73 persen atau sekitar 11,27 juta jiwa pada Maret 2025. Sementara itu, tingkat kemiskinan di perdesaan menurun dari 11,34 persen atau sekitar 13,01 juta jiwa menjadi 11,03 persen, atau 12,58 juta jiwa pada periode yang sama.

Data ini diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025, yang dilakukan pada Februari 2025. Survei tersebut melibatkan 345.000 rumah tangga yang tersebar di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota.

Lebih lanjut, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan meningkatnya kemiskinan di wilayah perkotaan. Pertama, meningkatnya jumlah setengah pengangguran di kota. Setengah pengangguran adalah orang yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu dan masih mencari pekerjaan tambahan.

"Pada Februari 2025, jumlah setengah pengangguran di perkotaan meningkat sebanyak 0,46 juta jiwa dibandingkan Agustus 2024,” ujar Ateng.

Kedua, naiknya harga sejumlah komoditas pangan, seperti minyak goreng, cabai rawit, dan bawang putih. Ateng menambahkan, masyarakat perkotaan cenderung sangat bergantung pada pasar karena tidak memproduksi pangan sendiri. Kenaikan harga tersebut berdampak langsung terhadap daya beli, khususnya bagi kelompok miskin dan rentan miskin.

Ketiga, terjadi kenaikan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada penduduk laki-laki di perkotaan. Meskipun secara nasional TPT pada Februari 2025 menurun menjadi 4,76 persen (dari 4,91 persen pada Agustus 2024), jika ditelusuri lebih dalam, TPT laki-laki justru mengalami peningkatan, sementara perempuan mengalami penurunan. Data BPS menunjukkan TPT laki-laki meningkat dari 5,87 persen pada Agustus 2024 menjadi 6,06 persen pada Februari 2025.

Menurut Ateng, sebagian besar laki-laki di perkotaan berperan sebagai penopang utama ekonomi rumah tangga, sehingga peningkatan pengangguran di kalangan laki-laki berdampak langsung terhadap naiknya angka kemiskinan di wilayah urban.

3. indeks kedalaman kemiskinan perdesaan tercatat turun

Ilustrasi kemiskinan (ANTARA/Aprilio Akbar)

Lebih lanjut, Ateng menjelaskan pentingnya memperhatikan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman (poverty gap index) mengukur rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.

"Jadi, kita melihat seberapa jauh pengeluaran penduduk miskin dibandingkan garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks kedalaman, maka semakin jauh rata-rata pengeluaran dari garis kemiskinan," ucapnya.

Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan menunjukkan sebaran ketimpangan pengeluaran antarpenduduk miskin. Pada Maret 2025, indeks kedalaman kemiskinan perdesaan tercatat sebesar 1,811, turun dari 1,918 pada September 2024. Sebaliknya, kota mengalami peningkatan dari 0,981 menjadi 1,061. Hal serupa juga terjadi pada indeks keparahan kemiskinan. Di perdesaan, angkanya turun dari 0,476 menjadi 0,427, sedangkan di perkotaan meningkat dari 0,215 menjadi 0,245.

"Pada Maret 2025, indeks keparahan di perkotaan mengalami peningkatan. Sementara untuk perdesaan, mengalami penurunan. Ini menggambarkan kondisi dari sisi kedalaman dan keparahan kemiskinan," ungkapnya.

Editorial Team