Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menaker Akui Pengangguran Jadi Tantangan Ketenagakerjaan Saat Ini

WhatsApp Image 2025-06-24 at 10.10.28.jpeg
Konferensi pers Menaker Yassierli terkait penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)
Intinya sih...
  • Kualitas SDM dalam negeri masih rendah
  • Pelibatan Kemnaker dalam tahap awal proses investasi
  • Transformasi BLK untuk masa depan yang dibutuhkan Gen Z

Jakarta, IDN Times - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli, tidak membantah pengangguran menjadi tantangan ketenagakerjaan yang dihadapi Indonesia saat ini.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang meski secara persentase hanya 4,7 persen, tetapi dalam konteks populasi Indonesia yang mencapai 280 juta jiwa, angka ini berarti masih ada jutaan orang belum memiliki pekerjaan.

Sebagai informasi, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025 menyebutkan ada 7,28 juta orang yang menganggur di republik ini.

“Kita juga menghadapi realitas bahwa 85 persen tenaga kerja kita berpendidikan SMA ke bawah. Ketika teknologi dan AI mulai mengancam, ini jadi beban berat,” ujar Yassierli, dikutip Senin (21/7/2025).

1. Kualitas SDM dalam negeri masih rendah

Ilustrasi SDM Digital Indonesia (Dok. BRI)
Ilustrasi SDM Digital Indonesia (Dok. BRI)

Selain itu, kualitas sumber daya manusia (SDM) juga menjadi sorotan, karena indeks pembangunan manusia Indonesia dan produktivitas kerja masih di bawah rata-rata ASEAN.

Menurut Yassierli, rendahnya produktivitas tersebut membuat daya saing industri nasional lemah. Ia menilai selama ini industri lebih dimanjakan oleh insentif finansial, tetapi belum cukup membangun daya tahan (resilience) yang berkelanjutan.

Yassierli juga menegaskan, secara struktural, Kemnaker berada di posisi hilir, sehingga tak memiliki instrumen langsung untuk menciptakan lapangan kerja.

“Tapi kami tidak tinggal diam. Sekarang kami sedang membangun kolaborasi lintas kementerian dan lembaga. Sudah ada hampir 20 MoU,” katanya.

Di antara bentuk kolaborasi itu adalah melibatkan koperasi (Kementerian Koperasi). Yassierli menyebut saat ini Kemnaker sedang memosisikan diri layaknya divisi HR (Human Resources) nasional, termasuk menyiapkan arsitektur kurikulum pelatihan khusus untuk koperasi.

“Banyak koperasi gagal bukan karena legalitasnya, tapi karena kualitas SDM-nya. Kami akan alokasikan effort dan anggaran dari balai-balai latihan kerja untuk memperkuat ini,” ujarnya.

2. Pelibatan Kemnaker dalam tahap awal proses investasi

Kementerian Ketenagakerjaan RI (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)
Kementerian Ketenagakerjaan RI (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Yassierli menyebutkan pihaknya juga mengusulkan agar Kemnaker dilibatkan sejak tahap awal proses investasi. Dengan begitu, penciptaan SDM sesuai kebutuhan sektor bisa terealisasi, sebab ini menjadi penting karena persoalan mismatch antara kebutuhan industri dan keahlian tenaga kerja masih menjadi masalah serius.

“Kami sadar bahwa lapangan kerja adalah harapan utama masyarakat, tapi dalam kenyataannya, banyak industri tumbuh tapi kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang sesuai. Ini bukan membalikkan fakta, ini realitas,” ujar dia.

Yassierli pun memaparkan, modal utama Kemnaker dalam menjawab tantangan itu adalah Balai Latihan Kerja (BLK) atau Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP). Namun ia mengakui, tantangan efektivitas, efisiensi, dan skala masih besar.

"Pertanyaannya, apakah peserta pelatihan benar-benar bekerja sesuai pelatihannya? Apakah informasi pelatihan sampai ke masyarakat luas? Dan skalanya? Saat ini hanya menyentuh sekitar 140 ribu orang, padahal butuh jutaan,” katanya.

3. Transformasi BLK

Ilustrasi Balai Latihan Kerja (Dok. Pemkot Tangerang)
Ilustrasi Balai Latihan Kerja (Dok. Pemkot Tangerang)

Untuk menjawab itu, Kemnaker tengah melakukan transformasi BLK dengan menambahkan kurikulum baru, seperti industri 4.0, creative skills, smart office, hingga smart supply chain, dan smart healthcare.

“Saya bayangkan dua sampai tiga tahun ke depan, balai-balai ini menjadi tempat pencetak skill masa depan yang dibutuhkan Gen Z,” kata Yassierli.

Selain itu, pengembangan skill hijau (green jobs) seperti agroforestry juga tengah dikembangkan. Yassierli menekankan pentingnya konektivitas antar-pihak, baik kementerian, lembaga, swasta, hingga koperasi.

“Connecting the dots itu penting. Kita kolaborasikan sumber daya masing-masing,” ujar Yassierli.

Di sisi lain, Yassierli juga menyinggung persoalan hubungan industrial yang masih sering bersifat transaksional.

“Hubungan industrial masih terkotak-kotak. Padahal kita punya DNA gotong-royong. Kami ingin membangun hubungan industrial Pancasila yang transformatif,” ucap dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us