ilustrasi banyak uang (pexels.com/Jonas Wilson)
Pusat kajian ekonomi seperti Indef juga turut memberikan rekomendasi kepada pemerintah. Dalam kajiannya, mereka menyoroti pentingnya perbaikan mekanisme penyaluran subsidi BBM jenis tertentu, salah satunya melalui penguatan regulasi dan pemanfaatan teknologi.
Indef menilai subsidi BBM, khususnya Pertalite tidak tepat sasaran. Dalam kajian yang mereka rilis pada Kamis (4/5/2023) lalu, data menunjukkan 63,1 persen konsumsi Pertalite dinikmati oleh kelompok pengeluaran atas (desil 5-10), sementara kelompok bawah hanya 36,9 persen.
"Secara nominal, nilai kompensasi yang tidak tepat sasaran (dinikmati desil 5-10) tersebut mencapai Rp39,46 triliun. Mengingat besarnya nilai subsidi yang tidak tepat sasaran, pemerintah perlu melakukan revisi Perpres 191 tahun 2014 untuk membatasi konsumsi Pertalite oleh kelompok mampu," tuturnya.
Indef mengajukan empat simulasi pembatasan BBM Pertalite. Opsi 1, seluruh mobil pribadi, mobil dinas, dan motor di atas 150cc dilarang mengakses Pertalite, dengan potensi penghematan Rp34,24 triliun (87 persen).
Opsi 2, mobil pribadi dan mobil dinas dilarang, menghasilkan penghematan Rp32,14 triliun (82 persen). Opsi 3, mobil pribadi, mobil dinas, dan motor di atas 150cc diberi akses terbatas, menghemat Rp17,71 triliun (43 persen). Opsi 4, mobil pribadi dengan mesin di atas 1400cc, mobil dinas, dan motor di atas 150cc dilarang, berpotensi menghemat Rp14,81 triliun (36 persen).
Selain itu, penggunaan teknologi MyPertamina juga perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan pengawasan dan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, dengan potensi penghematan yang signifikan jika sistem berjalan maksimal.