Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
pexel.com/energepic.com

Jakarta, IDN Times - Quiet quitting tengah ramai diperbincangkan akhir-akhir ini. Quiet quitting adalah konsep di mana karyawan memilih bekerja cukup sesuai cakupan tanggung jawab dan tingkatan gaji.

Quiet quitting berakar dari kekecewaan karyawan akan minimnya penghargaan perusahaan atas usaha yang mereka telah berikan, terutama di saat pandemik di mana efisiensi pegawai berimbas pada menumpuknya volume kerja di karyawan yang tersisa.

Selain itu, quiet quitting timbul di tengah semakin sadarnya karyawan akan pentingnya menghindari burnout dengan bekerja seimbang.

“Fenomena quiet quitting menangkap perhatian berbagai perusahaan, yang mencoba menelaah imbas fenomena tersebut pada produktivitas bisnis. Sebetulnya, dengan cara pandang dan pendekatan yang tepat, quiet quitting bisa menjadi kesempatan bagi perusahaan untuk mengulas kembali sistem dan kebijakan kepegawaian untuk melihat bagaimana perusahaan bisa memperkuat kepuasan kerja karyawan,” kata Chief Customer Officer (CCO) Mekari, Arvy Egadipoera dalam keterangannya, Rabu (2/11/2022).

Maraknya quiet quitting ini tentu bisa menjadi sinyal kuning bagi perusahaan. Untuk itu, ada beberapa cara yang bisa dilakukan perusahaan untuk mengatasi fenomena tersebut, berikut tipsnya.

1. Ketahui akar ketidakpuasan

Ilustrasi bekerja (IDN Times/Arief Rahmat)

Langkah pertama yang harus diambil perusahaan adalah menemukan akar dari ketidakpuasan kerja. Bisa jadi, karyawan merasa bahwa kenaikan karir terlampau sulit atau apresiasi perusahaan terhadap performa kerja sangat minim, sehingga motivasi mereka terkikis.

Mengetahui akar dari ketidakpuasan akan memungkinkan perusahaan untuk merancang program yang tepat untuk mengembalikan antusiasme karyawan.

2. Target kerja yang transparan

Editorial Team

Tonton lebih seru di