Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
wallpaperscraft.com

Semenjak kekalahannya dalam Perang Dunia ke 2 tahun 1945, Jepang perlahan-lahan mulai bangkit dari keterpurukan. Jepang melakukan kembali pembenahan kontruksi industri modern untuk kesejahteraan negara dan kemakmuran rakyatnya. Hingga saat ini teknologi dan industri membawa pengaruh yang begitu besar bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di jepang. Dengan perpaduan Research & Development (R&D), Jepang menjadi salah satu negara maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selaras dengan kemajuan teknologi, Negeri Sakura juga menganut sebuah filosofi yang disebut monozukuri. Secara harfiah artinya adalah perihal menciptakan sesuatu (barang). Tetapi, sebenarnya monozukuri memiliki arti lebih dari sekedar menciptakan barang. Monozukuri lebih bermakna dalam menciptakan sesuatu yang benar-benar berkualitas dan dapat memuaskan pengguna serta dapat juga memuaskan hasrat penciptanya.

Sejak dahulu, di Jepang ada tradisi para pengrajin sangat peduli untuk selalu membuat produk bagus. Bagi para pengrajin inilah yang disebut dengan sebuah seni. Tidak ada titik akhir, bahkan mereka terus memperbaiki, menyempurnakan, dan mengasah kemampuan hingga ajal menjemput. Budaya inilah yang terus-menerus diwariskan oleh berbagai industri Jepang hingga beberapa generasi dalam berbisnis.

Berbeda dengan Indonesia, Jepang merupakan negara yang tidak kaya dengan sumber daya alam. Karena hal ini Jepang tidak pernah mengekspor sumber daya alam. Sebagai gantinya, Jepang membangun industri dan mengembangkan produk berkualitas yang dihargai oleh dunia, kemudian mengekspornya. Dari sektor inilah Jepang mampu menjadi salah satu negara dengan pendapatan tertinggi didunia (high income country).

Monozukuri menjadi latar belakang kemajuan industri manufaktur Jepang. Karena itu, di lingkungan industri manufaktur setiap orang saling bekerja sama untuk menyukseskan perkembangan produk dan teknologi baru. Perusahaan juga memberikan perhatian dan pembinaan yang aktif untuk setiap karyawan dan tenaga kerja. Sehingga di lingkungan kerja tercipta sebuah ikatan seperti keluarga sendiri, rasa persaudaraan, dan kekhawatiran mengenai adanya “kudeta” jabatan karyawan senior direbut karyawan junior tidak ada.

Selain monozukuri, etika dan kedisiplinan adalah hal yang sangat diperhatikan oleh orang Jepang. Bagi mereka menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan dimana pekerjaan harus diserahkan adalah hal yang sangat penting. Jadi mereka selalu mengatakan perihal pekerjaan harus selesai dengan tepat waktu. Berkat itu semua, pembangunan proyek-proyek besar untuk pelayanan masyarakat bisa selesai lebih cepat dari jadwal sebenarnya.

Karena orang jepang sangat menghargai waktu, pelayanan transportasi pun ikut berbenah diri. Pada tahun 2013, rata-rata keterlambatan kereta kecepatan tinggi shinkansen adalah 30 detik. Ini sudah termasuk karena adanya gangguan alam seperti badai salju dan angin topan. Yang lebih mencengangkan lagi adalah kalau tidak ada gangguan alam seperti itu, shinkansen tidak akan terlambat dan berjalan dengan tepat waktu tanpa keterlambatan beberapa detik adalah hal yang biasa di Jepang.

Terkait sikap orang Jepang terhadap pekerjaan, ketekunan, pentingnya menepati waktu adalah penopang dari tingginya kualitas dan tingkat kepercayaan terhadap produk Jepang. Dari budaya dan tradisi Jepang seperti inilah yang telah memberikan kontribusi besar bagi pembentukan karakter manusia-nya. Sehingga pola kehidupan manusia di Jepang juga produktif dan ini berbeda jauh dengan negara asia lainnya, seperti Indonesia yang pola kehidupan manusia-nya cenderung konsumtif.

Editorial Team