Mengintip Rahasia Elizabeth, Brand Lokal Bandung yang Eksis 6 Dekade

Bandung, IDN Times - Jenama mode lokal asal Bandung, Jawa Barat, Elizabeth mampu bertahan di industri fesyen Indonesia selama enam dekade karena mengusung konsep keberlanjutan.
Elizabeth pertama kali hadir di industri fesyen Indonesia pada tahun 1963 silam setelah didirikan oleh sepasang suami istri bernama Elizabeth Halim dan Handoko Subali. Ketika memulai bisnisnya, Elizabeth dan Handoko hanya bermodal Rp10 ribu yang digunakan untuk membeli mesin jahit dan satu sepeda kumbang untuk berjualan keliling.
Brand Manager Elizabeth, Resti Githa Pribadi, mengungkapkan, Elizabeth sudah memiliki 800 orang karyawan di pabrik yang berdiri di Kota Cimahi, Jawa Barat. Mayoritas karyawan juga merupakan perempuan yang didominasi kalangan milenial dan generasi z. Selain itu, terdapat lebih dari 1.000 karyawan di gerai Elizabeth yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Bisnis keluarga Elizabeth kini sudah berlanjut hingga ke generasi ketiga.
"Kini, brand Elizabeth sudah bertahan lebih dari 60 tahun dengan menghasilkan produk fesyen yang lebih beragam," kata Githa dalam kunjungan media bersama Tokopedia ke Pabrik Tas Elizabeth di Cimahi, Jawa Barat, Rabu (12/6/2024).
1. Elizabeth tak anti dengan perkembangan teknologi
Salah satu keberhasilan Elizabeth bisa terus eksis di industri fesyen Indonesia karena tidak pernah anti terhadap perkembangan teknologi. Pandemik COVID-19 yang melanda Indonesia beberapa tahun lalu menjadi tantangan terberat bagi Elizabeth, karena harus menutup pabrik akibat penerapan pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah saat itu.
Namun, Githa mengatakan manajemen terus memutar otak supaya bisnis ini terus berjalan, salah satunya dengan melakukan penjualan secara digital dan bergabung di platform Tokopedia.
"Ketika masa pandemi semua toko kami tutup. Tapi, secara online, operasional tetap berjalan bahkan pendapatan kami meningkat hingga tiga sampai lima kali lipat. Ini menjadi strategi kami bertahan tanpa memberhentikan karyawan di masa sulit itu," kata Githa.
2. Berkomitmen untuk menjaga agar ramah lingkungan
Eksisnya mode Elizabeth di industri fesyen hingga enam dekade tak lepas dari konsep keberlanjutan yang terus diperhatikan. Githa mengatakan, perusahaan juga terus berupaya untuk memastikan proses produksi agar mampu menekan limbah industri fesyen.
Dengan memanfaatkan teknologi untuk proses produksinya, sisa kain dari produk-produk tas, sepatu, dan pakaian dapat semakin sedikit.
"Kami bahkan mendapatkan predikat biru untuk pengelolaan limbah dari Dinas Lingkungan Hidup tingkat kota dan provinsi. Ini menunjukkan, kami tertib dari sisi administrasi dan aktif melakukan reduce, reuse, dan recycle, pada sistem produksi kami," ujarnya.
3. Elizabeth masih mau fokus garap pasar dalam negeri
Head of Designer Elizabeth yang merupakan generasi ketiga dari keluarga Elizabeth dan Handoko, Vernalyn Subali, menyampaikan pihaknya saat ini masih ingin terus fokus menggarap pasar dalam negeri. Vernalyn juga mengatakan, Elizabeth juga telah menguasai pangsa pasar di kalangan usia 18 sampai 35 tahun. Dia mengatakan, saat ini Elizabeth masih mampu mengungguli di pasar mode lokal.
"Kalau misalnya untuk buka toko, kayaknya kami fokus menggarap pasar Indonesia dulu. Kami ada 98 hampir 100 toko di Indonesia. Untuk ke luar negeri, ya memang impian ke depannya," kata dia.
Perempuan lulusan University of Oregon tersebut juga mengaku, perusahaannya saat ini tengah fokus untuk menggarap pasar generasi muda, baik untuk kalangan milenial maupun gen z.
Dia mengatakan, perusahaannya juga tak pernah puas dengan apa yang telah didapat hari ini dengan menjadi pemimpin di kalangan fesyen. Salah satu kunci yang terus dipegang adalah bagaiman bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman dan terus melakukan inovasi, dengan memperkuat riset.
"Bisa 60 tahun itu kita ingin berinovasi mengikuti zaman dan ingin one step ahead. Kami masih melihat desain dari luar sana, dari tren yang dibawa ke Indonesia, disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri,” ujar Vernalyn.