Jakarta, IDN Times – Lobi-lobi hotel tampak lengang. Hanya satu dua petugas terlihat di sana, seorang satpam dan seorang lagi, front officer. Mereka siap dengan thermo-gun, mengecek suhu setiap tamu yang datang. Tapi, tamu yang diharapkan itu pun datang satu dua. Bahkan, ada hari-hari di mana tidak ada tamu sama sekali.
Pencahayaan lobi pun kini berkurang, terbilang tidak terang seperti biasa. Hidangan makan pagi diantar ke ruang penginap, tidak lagi disantap dengan menu yang dihidangkan ala carte di ruang makan. Begitu juga fasilitas kolam renang, tidak ada yang memakai.
Begitulah gambaran sebagian besar hotel bintang 3 di Indonesia saat ini. Bahkan, beberapa hotel bintang 4 dan 5 memilih tutup karena besarnya production cost mereka tidak sebanding dengan jumlah okupansi hotel di tengah pandemik virus corona ini.
"Paling hotel sekarang ini, kalaupun mereka beroperasi ya cuma satu lantai. Mereka menghemat cost mereka agar lebih efisien," kata Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Budijanto Ardiansjah, kepada IDN Times, Kamis (23/4).
Kondisi ini bermula sekitar Februari 2020. Makhluk berukuran 125 nanometer bernama virus corona jenis baru penyebab COVID-19 yang meruntuhkan harapan Indonesia mendongkrak sektor pariwisata. Setelah gagal mencapai target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada tahun lalu, tahun ini seharusnya menjadi waktunya mengejar taget.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik menyebut pada 2019 lalu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif hanya mendatangkan 16,3 juta kunjungan wisman. Angka itu jauh di bawah target yang diberikan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio yakni sebesar 18 juta.
Tugas berat menanti Wishnutama yang baru menjabat empat bulan sejak ditunjuk Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019. Di pengujung tahun, Tama, begitu dia akrab disapa, berharap banyak pada 2020. Namun, harapan itu sirna seiring penularan COVID-19 yang kian pesat.
Indonesia sempat menaruh harapan membangkitkan gairah pariwisata dengan ‘memanfaatkan’ kondisi di mana wabah virus ini di banyak negara di dunia, tapi dianggap belum masuk ke Indonesia hingga Februari lalu.
Terlepas dari masalah deteksi awal yang lemah atau keengganan melihat kenyataan, pemerintah Indonesia memiliki bersenang hati karena bisa memanfaatkan momen itu untuk perekonomian dalam negeri, salah satunya dengan menggenjot sektor pariwisata.
Pemerintah berencana mengucurkan dana hingga Rp10 triliun sebagai insentif yang akan disalurkan ke berbagai sektor pariwisata di Indonesia. Salah satunya, mengucurkan Rp298,5 miliar dari dana tersebut untuk menarik wisatawan luar ke Indonesia.
Dana tersebut dibagi lagi dalam beberapa rincian, seperti alokasi untuk maskapai penerbangan dan travel agent sebesar Rp98,5 miliar, promosi wisata Rp103 miliar, kegiatan turisme Rp25 miliar, dan yang paling menyedot perhatian publik ialah dana untuk influencer sebesar Rp72 miliar.
Sungguh ekstra usaha pemerintah di sektor ini walau kemudian memunculkan banyak kritik. Insentif untuk pariwisata itu dinilai sebagai kebijakan tidak tepat guna ketika seharusnya lebih banyak mengucurkan dana untuk penanganan kesehatan.
Di tengah reaksi reaksi keras dari publik, kondisi pun berbalik. Sebagian insentif itu akhirnya ditunda sejak Indonesia mengumumkan kasus pertama virus corona pada 2 Maret lalu. Hanya berselang kurang lebih seminggu sejak pemerintah mengumumkan insentif pariwisata pada 25 Februari.
Kini hampir dua bulan, pandemik COVID-19 melanda Indonesia. Sejumlah kegiatan usaha di pariwisata lumpuh. Pariwisata menjadi sektor yang pertama kali kena hajar imbas penyebaran virus ini. Banyak negara memberlakukan kebijakan larangan bepergian. Angka kunjungan wisata pun drop secara drastis.