Mantan karyawan Merpati Nusantara Airlines (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Merpati Airlines sendiri sudah tak beroperasi sejak 2014 karena masalah keuangan yang tak kunjung usai.
Pada Juni 2020, eks karyawan Merpati Airlines menceritakan awal mula permasalahan yang terjadi di BUMN tersebut.
Dia bercerita akar permasalahan Merpati terjadi pada tahun 2008, kala itu Pemerintah menunjuk PT PPA melakukan tugasnya untuk melakukan restrukturisasi Merpati.
Kemudian lahirlah skenario untuk menyelamatkan Merpati dengan paket solusi penggantian direksi dan pinjaman dana Rp300 Miliar dengan dua program yang ditawarkan, yakni melakukan PHK terhadap 1.300 karyawan Merpati. Alasannya karyawan terlalu banyak dan itu menimbulkan ketidakseimbangan dengan jumlah alat produksi.
"Nyatanya alat produksi Merpati terus berkurang sehingga membuat perbandingan dengan jumlah pegawai menjadi tidak seimbang, seharusnya alat produksi yang ditambah, bukan pegawai yang dikurangi, tetapi program ini harus atau wajib dijalankan oleh Direksi baru," ujar eks karyawan Merpati tersebut.
Dia pun menyampaikan, mayoritas karyawan Merpati Airlines menentang program tersebut. Hal itu muncul karena jika memang PPA bertujuan untuk membantu Merpati kenapa banyak aset Merpati yang diagunkan dan karyawan di-PHK.
Dia menjelaskan, Merpati Airlines pun tidak menjadi lebih baik. Hampir seluruh aset Merpati telah menjadi agunan ke PPA termasuk Merpati Maintenance Facility (MMF) dan Merpati Training Center (MTC) untuk menutupi utang Merpati ke PPA.
Selain itu, pegawai Merpati yang potensial keluar dari Merpati dan membesarkan maskapai pesaing dan Merpati semakin terpuruk setelah menjual aset produktifnya, yaitu gedung yang menjadi kantor pusatnya di Jalan Angkasa ke Basarnas.