Jakarta, IDN Times - Siapa sangka ide sederhana yang berasal dari kesadaran bahwa Indonesia merupakan penghasil sampah plastik terbesar nomor dua di dunia, justru membawa Diky Rifaldy pada kesuksesan bisnis.
Indonesia memproduksi sampah bahan yang tidak bisa diurai dalam tanah tersebut mencapai 187,2 juta ton per tahun. Berbagai gerakan kampanye melawan penggunaan plastik pun mulai tumbuh untuk mengurangi sampah plastik. Salah satunya, kampanye menolak penggunaan sedotan plastik.
Hal itu ternyata mampu dijadikan peluang bisnis oleh Diky. Tapi bukan sedotan stainless seperti yang kebanyakan jadi pengganti sedotan plastik saat ini. Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia tersebut ini justru membuat sedotan yang berasal dari bambu.
"Saat ini, sudah mulai banyak pihak yang mulai beralih kepada penggunaan bahan baku tradisional untuk keperluan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah penggunaan bambu," katanya kepada IDN Times.