Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Resesi. IDN Times/Arief Rahmat

Jakarta, IDN Times - Perekonomian global tengah menghadapi berbagai tantangan. Bahkan, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) mengungkap tujuh risiko yang bisa mengancam perekonomian global.

Dalam laporan World Economic Outlook terbaru, IMF menyatakan jika tujuh risiko ekonomi global terjadi, maka pertumbuhan ekonomi global bisa jatuh ke level terendah dalam lima dekade terakhir, yakni hanya 2 persen pada 2023.

1. Krisis energi yang mengancam Eropa akibat perang Rusia dan Ukraina

Perang Rusia dan Ukraina telah berdampak besar terhadap perekonomian global. Rusia yang menghentikan pasokan gas ke Eropa telah membuat Benua Biru itu terancam krisis energi.

Dilansir Khaleej Times, Rabu (27/7/2022), pasokan gas Rusia ke Eropa telah turun 40 persen sejak April 2022, jika dibandingkan periode yang sama pada 2021.

Aksi Rusia itu dianggap sebagai pembalasan dendam karena Uni Eropa memberikan sanksi atas invasi ke Ukraina.

IMF memprediksi hambatan pasokan gas tak akan selesai dalam waktu dekat, bahkan diprediksi makin turun. Hal ini dikhawatirkan akan memaksa Eropa membatasi penggunaan energi, yang bisa berdampak pada penghentian ekspor yang bisa mengganggu rantai pasok dunia.

2. Ancaman stagflasi akibat gangguan rantai pasok

IMF membeberkan risiko inflasi tinggi, bahkan stagflasi yang bisa mengancam perekonomian global. Hal ini juga merupakan buntut dari perang Rusia dan Ukraina.

Perang tersebut telah mengganggu rantai pasok, dan menyebabkan inflasi tinggi di sejumlah negara. Kondisi itu bisa membuat negara-negara menaikkan suku bunga demi mengurangi permintaan.

Jika kenaikan suku bunga tak bisa dikendalikan, dapat memicu resesi karena seluruh biaya meningkat serentak.

Meski begitu, IMF memprediksi inflasi akan kembali mendekati level sebelum pandemik pada akhir 2024.

3. Resesi menonjol diprediksi terjadi pada 2023

Seperti yang disebutkan di atas, perekonomian global dibayangi risiko resesi. Ancang-ancang bank sentral untuk menaikkan suku bunga dikhawatirkan merealisasi skenario terburuk itu.

"Risiko resesi sangat menonjol pada 2023," kata IMF.

Dalam laporannya, IMF mengatakan tabungan masyarakat yang terakumulasi selama pandemik akan tergerus. Belum lagi guncangan-guncangan lain yang bisa menyebabkan perekonomian terhenti.

4. Negara berkembang hadapi risiko terjerat utang

Kenaikan suku bunga bisa membuat negara-negara berkembang yang memiliki utang makin kesulitan. Sebab, biaya pinjaman akan melonjak akibat kenaikan suku bunga tersebut.

Di sisi lain, negara-negara berkembang itu mengalami tekanan di pasar akibat merosotnya perekonomian global.

Hal itu tak hanya menekan negara-negara berkembang, tapi juga negara-negara maju yang memberikan pinjaman.

IMF memperkirakan 60 persen negara berkembang sudah menghadapi kesulitan akibat besarnya utang pemerintah.

5. Penerapan kembali lockdown di China

Kenaikan kasus COVID-19 di China melahirkan wacana penerapan kembali kebijakan lockdown. Kebijakan itu akan menekan perekonomian China, yang kemudian bisa berdampak pada perekonomian global.

Di sisi lain, China tengah menghadapi persoalan di sektor properti yang diperkirakan tak akan membaik dalam waktu dekat.

6. Gangguan stabilitas sosial

Dunia tengah menghadapi gangguan energi dan pangan, yang bisa mengganggu kehidupan sehari-hari. Menurut IMF, kenaikan harga pangan yang drastis bisa menggerus anggaran setiap keluarga, yang pada akhirnya mengganggu stabilitas sosial.

"Harga pangan dan energi yang lebih tinggi merupakan prediktor kuat kerusuhan," kata IMF.

Faktor utama yang mendorong lonjakan harga pangan adalah blokade Rusia terhadap ekspor gandum Ukraina.

7. Perpecahan politik dunia

Perang Rusia dan Ukraina juga melahirkan perpecahan politik dunia. Sebab, blok-blok geopolitik sudah tak lagi bekerja sama dengan mulus akibat konflik kedua negara tersebut.

Menurut IMF, kondisi itu bisa mengganggu kerja sama multilateral antar blok. Bahkan, dapat mengakibatkan berkurangnya interaksi terhadap perubahan iklim, sehingga memperburuk krisis pangan.

Editorial Team