ilustrasi (Unsplash.com/Ian Baldwin)
Pada dasarnya, baik Ukraina atau Rusia disebut sama-sama menggunakan drone DJI dalam perang yang sedang berlangsung. Tentang jumlah produk yang digunakan tidak diketahui.
Dilansir CNN, DJI mengatakan mereka tidak menjual produk untuk penggunaan militer dan "dengan tegas menentang upaya memasang senjata ke produk kami." DJI juga berjanji akan memutus hubungan bisnis dengan distributor jika tidak berkomitmen menolak penjualan kepada pelanggan yang jelas menggunakannya untuk tujuan militer.
Menurut The Verge, masalah utama adalah tuduhan pada teknolgi sinyal AeroScope dalam drone DJI. Sinyal itu memiliki cara kerja dengan memberikan posisi, ketinggian, kecepatan, arah, nomor seri dan lokasi operator.
Lalu ada alat penerima yang dapat menangkap sinyal tersebut hingga jarak 50 kilometer yang dijual secara terpisah atau inovasi oleh pihak ketiga. Teknologi AeroScope itu telah dipasang di setiap drone DJI sejak tahun 2017 lalu untuk mencegah hal-hal buruk seperti ketika sembarangan beroperasi di bandara dan menganggu penerbangan komersial.
DJI mengaku pada dasarnya tidak pernah dapat mematikan sinyal itu melalui internet karena sinyal AeroScope disiarkan secara lokal lewat frekuensi 2.4 GHz dan 5.8 GHz. DJI juga menegaskan pemilik drone tidak bisa mematikannya karena semua dikodekan bersama dengan perintah pengontrol drone.
Jadi jika sinyal AeroScope dapat dimatikan, secara otomatis operator juga kehilangan kendali atas drone tersebut.