Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi e-commerce (pexels.com/Photo By: AS Photography)

Intinya sih...

  • Ojol, penjual pulsa, dan kartu perdana tidak dipungut PPh 22 oleh e-commerce berdasarkan PMK 6/2021.

  • Pedagang dengan omzet di atas Rp500 juta harus membayar PPh 22 sebesar 0,5% dari omzet bruto dalam satu tahun.

Jakarta, IDN Times - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, pelaku usaha ojek online atau ojol hingga penjual pulsa tidak dikenakan pungutan pajak penghasilan (PPh) 22 oleh e-commerce. Hal tersebut ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025.

"Ojol ini tidak dipungut, termasuk pengecualian," kata Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Hestu Yoga Saksama, dikutip dari ANTARA, Selasa (15/7/2025).

1. Siapa saja yang dikecualikan dari pungutan PPH 22 oleh e-commerce?

Ilustrasi ojol. (IDN Times/Sukma Shakti)

Selain ojol, Hestu menambahkan, penjual pulsa dan kartu perdana juga tidak dikenakan pungutan PPh 22 oleh e-commerce. Pasalnya, mereka memiliki aturan sendiri, yakni PMK 6/2021.

Transaksi lain yang juga tidak dikenai pungutan, yakni jual beli emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang bahan seluruhnya bukan dari emas, batu permata, dan/atau batu lainnya yang sejenis, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan, pedagang emas perhiasan, dan/atau pengusaha emas batangan.

"Pengalihan hak atas tanah dan bangunan juga terbebas dari pungutan karena itu nanti lewat notaris biasanya," ucap Yoga.

Selain itu, penjualan barang dan/atau jasa oleh pedagang yang menyampaikan informasi surat keterangan bebas (SKB) pemotongan atau pemungutan PPh penjualan.

Pedagang yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta juga terbebas dari pungutan ini, namun harus dibuktikan dengan surat pernyataan yang disampaikan kepada e-commerce yang ditunjuk. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 10 Ayat (1) butir a PMK 37/2025.

3. Siapa yang dipungut PPh 22 oleh e-commerce?

Kebijakan pajak PPh badan di Indonesia

Sementara itu, aturan tersebut menyasar para pedagang yang memiliki omzet di atas Rp500 juta. Hal tersebut dibuktikan dengan surat pernyataan baru yang disampaikan oleh pedagang kepada e-commerce yang ditunjuk sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE), paling lambat akhir bulan saat omzet melewati ambang batas tersebut.

Adapun besaran PPh 22 yang dipungut berdasarkan Pasal 8 ayat (1) PMK 37/2025 sebesar 0,5 persen dari omzet bruto yang diterima pedagang dalam satu tahun. Tarif pungutan dapat bersifat final maupun tidak final.

Pungutan ini di luar pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

3. Diterapkan bertahap

ilustrasi pajak (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Yoga menuturkan, penerapan aturan ini akan dilakukan bertahap untuk mengimbangi kesiapan pihak-pihak yang terlibat.

"Kami sudah berkomunikasi dengan marketplace. Kami sosialisasikan dan mereka juga butuh penyesuaian di sistemnya. Ketika mereka sudah siap untuk implementasi, mungkin dalam sebulan-dua bulan ke depan baru kami tetapkan mereka sebagai pemungut PMSE," tuturnya.

Editorial Team